Inklusi Keuangan ‘Fintech’

INKLUSI keuangan adalah suatu keadaan dimana seluruh masyarakat dapat menjangkau akses layanan keuangan secara mudah dan memiliki budaya untuk mengoptimalkan penggunaan jasa keuangan. Program inklusi keuangan tersebut, di Indonesia dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama sejumlah kementerian dan lembaga. Program tersebut berhasil mendapat penghargaan Global Inclusion Award (GIA) 2017 untuk regional Asia dan Pasifik yang diberikan oleh Child and Youth Finance International (CYFI) dan kelompok negara-negara G20 bekerjasama dengan pemerintah Jerman selaku tuan rumah penyelenggara pertemuan G20 pada 3 Mei 2017 yang lalu.
Keberhasilan program inklusi keuangan Indonesia didukung oleh 3 aspek: yaitu mengembangkan strategi literasi dan inklusi keuangan dengan beragam pendekatan yang mempertimbangkan prioritas sasaran. Membangun sinergi yang positif dalam rangka implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) OJK bersama kementerian dan lembaga terkait dan menyusun target yang spesifik untuk memastikan program inklusi keuangan yang dilaksanakan memiliki dampak positif yang luas, terukur, dan berkelanjutan.
Perkembangan teknologi informasi yang luar biasa cepat berdampak munculnya produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh penyedia jasa keuangan informal dengan istilah financial technology (fintech). Pertumbuhan jumlah penyelenggara fintech start-up terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 hanya ada sekitar 40 perusahaan, kemudian menjadi 165 perusahaan pada tahun 2016. Untuk mengantisipasi pertumbuhan fintech yang sangat cepat guna melindungi kepentingan konsumen, nasional, dan stabilitas sistem keuangan, maka pada tahun 2016, OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Regulasi ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri LPMUBTI atau Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending sebagai alternatif sumber pembiayaan baru bagi masyarakat. Yang selama ini belum dapat dilayani secara maksimal oleh industri jasa keuangan konvensional, seperti perbankan, pasar modal, perusahaan pembiayaan, dan modal ventura (http://www.ojk.go.id).
Di samping untuk melindungi kepentingan konsumen dan negara, POJK tersebut disusun untuk memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara fintech di Indonesia. Agar tumbuh dan berkembang memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia melalui pembukaan akses dana pinjaman luar negeri dan dalam negeri kepada masyarakat yang membutuhkan termasuk pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di berbagai daerah. Inilah peran intermediation role yang selama ini dijalankan oleh industri keuangan bank dan industri keuangan non bank, namun belum optimal dalam mendukung kebutuhan dana bagi masyarakat khususnya UMKM.
POJK Nomor 77/POJK.01/2016 juga untuk mendorong terciptanya ekosistem fintech secara menyeluruh yang mencakup fintech 2.0 (antara lain fintech perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, perusahaan pembiayaan, modal ventura, pergadaian, penjaminan, dan payment) dan fintech 3.0 (antara lain fintech big-data-analytic, aggregator, robo-advisor, blockchain dan lain-lain).
Keberhasilan inklusi keuangan melalui fintech tidak dapat dilepaskan dari berbagai regulasi yang telah disusun sebelum tahun 2016. Pada tahun 2013, dukungan untuk keberhasilan program inklusi keuangan di Indonesia ditunjukkan dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). UU tersebut dimaksudkan agar masyarakat Indonesia mengenal, mengetahui, dan memahami tentang LKM sehingga bermanfaat dalam menunjang perekonomian masyarakat Indonesia. LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.
Pada tahun 2014, dukungan untuk keberhasilan program inklusi keuangan di Indonesia ditunjukkan dengan dikeluarkannya peraturan mengenai layanan keuangan tanpa kantor oleh OJK. Tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 19/PJOK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif. Layanan keuangan tanpa kantor (bank nirkantor) adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerja sama dengan pihak lain dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
(Dr Rudy Badrudin MSi. Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Senin 19 Juni 2017)
BERITA TERKAIT
25 Atlet SOIna Ditarget Raih 9 Medali Emas di SOWSG Berlin Jerman
Nenek Napen Jadi Pemilih Tertua di Banyumas
Kinerja Positf, AXA Mandiri Bayarkan Klaim Rp22 Triliun di Tahun 2022
Milenial Loyalis Ganjar Kembangkan Potensi Desa Wisata Grogol Sleman
Pedagang Meluber, Pasar Sentul Mulai Direvitalisasi
Dr Djoko Sutrisno Berikan Kuliah Umum di Universiti Malaysia Pahang
UUS Maybank Indonesia Ikut Ramaikan Pasar Repo
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Komunitas Kretek Adakan Kejuaraan Bulutangkis
SkorLife Raih Pendanaan Tahap Awal Senilai USD 4 Juta
Warriors Inline Club Yogya Juara Umum Piala Kadisporapar Jateng
Takut Ketahuan, Suyono Mutilasi Korban Jadi Enam Bagian
BMM Olah Daging Kurban Jadi Rendang Kaleng
Masyarakat Penghayat Kepercayaan Gelar Ruwatan Popo Sakkalir
Kajari Bantul Setorkan PNPB ke BRI Bantul
Lagi, Kakek Nekat Gantung Diri
Wacana Tiket Home PSS Naik, Ini Suara Hati Suporter
PKP3JH Siaga di Madinah dan Makkah untuk Bantu Jemaah
DPRD Klaten Minta Pendapatan Asli Daerah Ditingkatkan
Popok Bayi Ini Bantu Atasi Ruam Popok Akibat Perubahan Iklim Ekstrem
NasDem : Secara Yuridis MK Sulit Putuskan Proporsional Tertutup
Kelas Khusus Olahraga Kurang Prasarana, Ini Komitmen DPRD Bantul