Vibrasi Kebangkrutan Perbankan

user
Danar W 18 Maret 2023, 04:48 WIB
untitled

Krjogja.com - SEMUA mata dan perbincangan tertuju pada kebangkrutan Silicon Valley Bank dan Signature Bank yang merupakan raksasa perbankan dunia. Ahli ekonomi dan pengamat lalu mengkait-kaitkan kejadian ini dari masing-masing perspektif. Ketakutan dan pesimisme dan seolah-olah didepan mata akan terjadi menuju resesi ekonomi. Belum lagi tingginya inflasi yang dialami oleh negara-negara Eropa masih mengandalkan pada pengendalian suku bunga. Tentunya hal ini akan lebih kompleks karena akan terkait dengan sektor bisnis yang dominan, termasuk pun harus memperhitungkan psikologis masyarakat.

Bank Indonesia bereaksi dengan menahan suku bunga acuan ditingkat 5,75 persen sebagai antisipasi guncangan yang ditimbulkan pada rapat dewan gubernur (RDG) bulan Maret 2023. Kebijakan yang bersifat pruden ini perlu dilakukan ditengah volatilitas dan guncangan ekonomi global yang sedang menuju pemulihan. Pengendalian suku bunga, kemampuan peningkatan cadangan devisa, menjaga tingkat keyakinan konsumen, serta pengendalian inflasi merupakan pilar-pilar yang harus terjaga agar pemulihan ini dapat terus berjalan menuju arah yang membaik.

Sayangnya banyak pengamat yang menyalahkan kejatuhan raksasa perbankan itu salah satunya terkait dengan start-up yang selama ini disanjung dan dibanggakan oleh semua orang, termasuk pemerintah. Kenaikan suku bunga, menurunnya optimisme investor, dan beralihnya kegiatan serba online menuju hybrid, menyulitkan start-up dalam mengembangkan bisnisnya seperti saat masa pandemi. Bakar uang dan ekspansi jor-joran tidak dapat lagi dilakukan leluasa, bahkan mereka terpaksa memangkas ribuan tenaga kerja untuk melakukan efisiensi dan cost-cutting. Cepat disanjung dan cepat disalahkan, itulah Nasib start-up saat ini.

Belum lagi blunder yang mendorong masyarakat untuk terus memacu konsumsi dan jangan banyak menyimpan uang di bank yang digaungkan petinggi negeri ini, seolah membuat ambigu masyarakat. Katanya takut inflasi, tapi perilaku konsumsi harus terus didorong. Belum lagi tawaran menggiurkan obligasi ritel dan sukuk dengan bunga 6,4 persen tentunya akan menahan Hasrat mengkonsumsi masyarakat. Bukankah ini blunder yang membingungkan. Tapi okelah apapun itu, yang penting indeks keyakinan masyarakat terhadap prospek perbaikan ekonomi kedepan terus mengalami peningkatan. Ini merupakan modal bagi pemerintah dan Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan untuk terus optimis mencapai perbaikan ekonomi pasca pandemi.

Begitu pentingnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemulihan ekonomi, terutama terhadap stabilitas perbankan. Kepanikan nasabah terhadap SVB dan Signature bank menimbulkan bank run melalui penarikan besar-besaran dana nasabah karena ketakutan bank akan tidak mampu mengembalikan uang mereka. Kepanikan terus merembet dan tentunya menjadi bubble yang tak terkendali. Itu yang tidak kita inginkan terjadi di masa pemulihan ini. Kepercayaan kepada perbankan, optimisme terhadap Bank Indonesia, harapan OJK mampu menjaga Kesehatan bank, serta tak kalah penting terhadap Lembaga penjamin simpanan (LPS) sangat menentukan vibrasi dari goncangan perbankan dunia saat ini.

Hal yang terpenting saat ini adalah menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara. Rontoknya kepercayaan masyarakat kepada pengampu pajak tidak menutup kemungkinan akan merembet kepada penyelenggara negara lain. Terlebih penyelenggara negara tersebut sudah dimanjakan dengan digelontorkannya berbagai tunjangan dan remunerasi yang membuat gerah masyarakat, termasuk penyelenggara negara yang tidak diistimewakan tersebut. Masyarakat semakin cerdas berhadapan dengan kasus semacam ini dan dipercaya ini adalah fenomena gunung es yang selalu terulang dan tenggelam Kembali seiring waktu.

Pesan utamanya adalah, pemulihan dan penguatan fundamental ekonomi pasca pandemic yang diiringi dengan peningkatan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perbankan dinilai mampu meredam vibrasi yang ditimbulkan dari guncangan dan ketidakpastian global. (Dr. Suparmono, M.Si. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Yogyakarta)

Kredit

Bagikan