Tradisi Nyadran dan Ziarah Kubur Ramadan Beda Tipis, Ini Faktanya

Salah satu tradisi Nyadran di Yogyakarta (dokumen)
Krjogja.com - Serupa tapi tak sama, begitulah tradisi Nyadran dan Ziarah Kubur Ramadan. Biasanya, kawasan makam di Jogja dan sekitarnya dipastikan ramai pada hari-hari menjelang bulan Ramadan seperti ini.
Pasalnya, masyarakat Jawa memiliki tradisi rutin yang terus dilestarikan hingga kini, yakni dengan mengunjungi makam orang tua, para leluhur, dan alim ulama.
Kegiatan itu merupakan bagian dari tradisi yang disebut Nyadran yang dilakukan di setiap akhir bulan Sya’ban. Bagi masyarakat Jawa, seperti ada yang kurang memasuki bulan suci Ramadan apabila meninggalkan tradisi nyadran.
Baca Juga
Terkadang, nyadran juga dilaksanakan pada setiap hari ke-10 Bulan Rajab atau saat bulan Sya’ban tiba. Masyarakat Jawa menyebutnya bulan Ruwah atau meruhi arwah dalam kalender Jawa.
Sebenarnya, cikal bakal nyadran telah ada sejak zaman Hindu-Buddha, tepatnya sejak zaman Majapahit sekitar tahun 1284. Pada masa itu, terdapat tradisi yang mirip nyadran yang disebut sraddha.
Antara nyadran dan sraddha, seperti dikutip dari Liputan6.com, memiliki persamaan perihal kegiatannya dalam memberikan sesaji dan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Bedanya, pada tradisi sraddha hanya dilakukan untuk memperingati kepergian raja.
Seiring perkembangan zaman, prosesi ritual agama Hindu-Budha ini sedikit banyak mempengaruhi Islam dalam penyebarannya di tanah Jawa. Dahulu, sraddha menggunakan puji-pujian, kemudian dalam nyadran diganti dengan pembacaan ayat suci Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa.
Istilah nyadran sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yakni, sadran yang memiliki arti 'keyakinan'.
Pada saat melakukan tradisi nyadran dilakukan juga besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.
Selanjutnya, melakukan ziarah kubur disertai dengan tabur bunga, untuk mendoakan roh yang telah meninggal di area makam.
Dalam masyarakat Jawa, membersihkan makam merupakan bagian dari rangkaian tradisi nyadran yang pada umumnya dilakukan di daerah pedesaan.
Membersihkan Makam
Dalam masyarakat Jawa, pembersihan makam merupakan bagian dari rangkain tradisi nyadran yang pada umumnya dilakukan di daerah pedesaan.
Masyarakat Jawa percaya, dengan membersihkan makam adalah salah satu simbol untuk pembersihan diri menjelang Ramadan. Nyadran merupakan bentuk bakti mengenang leluhur yang telah mendahului.
Setelah melakukan pembersihan makam, selanjutnya kegiatan nyadran dihiasi dengan kenduri, yang biasanya digelar di masjid atau makam desa.
Sebagaimana kenduri pada umumnya, kegiatan dihiasi dengan pembacaan ayat Al Quran, zikir, tahlil, doa dan ditutup dengan makan bersama dengan memakan masakan hasil bumi.
Menu yang tersaji biasanya nasi berkatan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk ingkung ayam, urapan, buah-buahan, serta jajan.
Meski bentuk kegiatan sama, makna nyadran sangat berbeda dengan ziarah kubur. Waktu pelaksanaan ritual nyadran telah ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memiliki otoritas.
Nyadran dan Ziarah Kubur
Biasanya pihak yang berwenang itu adalah juru kunci atau sosok yang paling dituakan dalam masyarakat di daerah tersebut.
Berbeda dengan ziarah kubur, ritual nyadran dilakukan secara kolektif dengan melibatkan seluruh warga desa. Biasanya dilakukan di dua pusat bangunan desa, yaitu makam dan masjid.
Makna simbolis dari ritual nyadran atau ruwahan itu sangat jelas, bahwa saat memasuki bulan Ramadan atau puasa.
Mereka harus benar-benar bersih, di antaranya dengan cara harus berbuat baik terhadap sesama, juga lingkungan sosial.
Melalui rangkaian tradisi nyadran, masyarakat Jawa akan merasa lengkap dan siap untuk memasuki Ramadan, bulan suci yang penuh berkah.
Bagi masyarakat Jawa, nyadran juga berarti sebuah upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, memperbaiki hubungan baik dengan masyarakat dan lingkungan, serta menunjukkan bakti kepada para leluhur mereka. (*)
BERITA TERKAIT
Lebaran 2023, Penumpang KA Bandara YIA Diprediksi Melonjak
Catat! Ramadhan 2023 Bakal Terjadi Gerhana Matahari
Penumpang KA Bandara YIA Diprediksi Melonjak di Musim Mudik Lebaran
Ramadhan, Pertamina Pastikan Stock dan Penyaluran Bahan Bakar Aman
Ramadan 2023 Bakal Terjadi Gerhana Matahari, Catat Tanggalnya
Penggugat Dinilai Salah Sasaran, Eksekusi Tanah di Bener Diminta Dibatalkan
KRI Dewaruci Sapa Warga Semarang
Ibadah Puasa Ramadhan Dimulai Besok
Aptikom Perkuat Penerapan Kecerdasan Artifisial
Rebuilding dan Reorientasi Karakter Mahasiswa Prodi Perbankan Syariah UAA
Wuling Luncurkan Alvez Untuk Masyarakat DIY
Tujuh Bulan Buron Pelaku Pembacokan Ditangkap
KR Menarik Minat Mahasiswa Asing Belajar Bahasa Indonesia
Periksa PCR Berkurang, BLKK DIY Tetap Kedepankan Kualitas Layanan
Unik, Patung Kuda Lumping ini Terbuat dari Kanalpot Hasil Razia
Di Pati 300 Kilometer Jalan Rusak, Warga Iuran Sukarela untuk Perbaikan
Aktif di Yayasan Panti Rapih, T Hani Handoko Dipanggil Tuhan
Tersangka Mutilasi Pakem Mengeksekusi Korban Tanpa Terburu-buru
SD Negeri Caturtunggal 3 Adakan 'Panen Karya P5'
Tetapkan 1 Tersangka, Kejari Sukoharjo Tangani Kasus Dugaan Korupsi PD BKK Bulu
Berkedok 'Valet Parking' Hotel Bawa Kabur Mobil HRV