Elaborasi Etika Islam dan Fungsi Organisasi Keluarga Pada Permasalahan Mental

user
Danar W 21 Maret 2023, 14:30 WIB
untitled

Krjogja.com - PERILAKU hedonisme, pamer kekayaan atau biasa disebut flexing dan arogansi di kalangan generasi muda menjadi magnet pemberitaan di hampir setiap media sosial. Dimulai dari isu banyaknya anak pejabat yang suka memamerkan kekayaan orang tuanya yang ternyata tidak dilaporkan pada Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) bahkan yang cukup menyita perhatian adalah arogansi anak muda yang sampai tega melewati norma kemanusiaan dengan melakukan tindakan penganiayaan berat. Hedonisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki konotasi kuat dengan terminologi materialistik. Suatu anggapan bahwa tujuan hidup adalah kesenangan dan kenikmatan yang berasal dari materi. Gejala ini yang kemudian membangun resonansi positif terhadap simpangan karakter mental yang lain termasuk konsumsi mencolok, pamer kekayaan dan arogansi.

Fenomena permasalahan mental di kalangan generasi muda sebenarnya sudah menjadi perhatian aktif dari Pemerintah Indonesia yang tertuang secara eksplisit pada hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di tahun 2013. Data di tahun tersebut menunjukkan prevalensi yang relatif besar yakni 5,1 persen pada kategori usia 13-34 tahun, berada di peringkat kedua setelah kelompok usia 75 tahun yakni 13,4 persen. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bahkan menyebut isu tersebut sebagai salah satu parameter dalam menginisiasi Visi Indonesia Emas 2045 melalui Pilar 1 yakni pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Elaborasi Etika Islam Dalam Manajemen Organisasi

Keluarga adalah lingkup organisasi terkecil yang memiliki peran fundamental dan signifikan dalam membentuk karakter generasi muda. Sebagai suatu representasi organisasi, maka keluarga memiliki perlakuan manajemen yang khas untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan strategik. Seyed Mohammad Moghimi dalam bukunya Principles and Fundamentals of Islamic Management menekankan adanya perbedaan pandangan (point of view) mengenai konsep organisasi dalam perspektif Islam. Organisasi tidak hanya diinterpretasikan sebagai pola atau susunan asumsi teori (postulat) manajemen yang kemudian perlu diaplikasikan, namun lebih dari itu, secara alami dalam Islam organisasi adalah bagian integral dari keberadaan manusia (human being) yakni menyangkut hubungan sosial dan tujuan bersama yang diekspresikan dengan kerjasama

Makna keluarga dalam postulat manajemen Islam didukung oleh Buku Strategic Management From an Islamic Perspective: Text dan Cases karya Fontaine dan Ahmad adalah sarana atau pendekatan (wasilah) yang digunakan oleh manusia untuk membangun suatu peradaban. Tujuan akhir dari peradaban yang dikonstruk oleh manusia melalui manifestasi keluarga adalah kehidupan yang lebih baik (goodly life). Ciri kehidupan yang lebih baik dari adanya peran keluarga sebagai organisasi adalah kesempurnaan dalam mengakses dan menyeimbangkan dimensi material dan spiritual. Secara sederhana formula organisasi ini disebut dengan Proses Formasi Pengetahuan Manajemen Islami (Process of Islamic Knowledge Management).

Etika Islam Dalam Organisasi 'Keluarga'

Islam membangun etika dan memaknainya pada fungsi keluarga sebagai prototipe organisasi. Kemampuan keluarga untuk menginternalisasi etika Islam akan berdampak positif terhadap performa organisasi tersebut dalam merealisasikan visi Indonesia Emas 2045. Cita-cita bangsa untuk menjadi superior dalam kompetisi global berkaitan dengan sumber daya manusia, semakin mengarah pada visibilitas kebijakan dan strategi yang tentunya koheren dengan tantangan serta perubahan zaman. Kembali pada masalah utama yang menjadi isu kontestasi pada tulisan ini adalah budaya pamer kekayaan dan hedonisme yang menjangkiti generasi muda sebagai penyakit mental. Maka keluarga dapat menjadi organisasi pertama yang membangun skema preventif agar generasi muda terhindar dari masalah-masalah tersebut.

Diskusi ini tentu akan membawa pembaca pada satu pertanyaan substansial, apakah etika Islam dalam organisasi keluarga mampu membawa kebaikan (maslahat) dalam menyelesaikan problematika seputar kebiasaan pamer kekayaan dan juga hedonisme generasi muda? Jawaban dari pertanyaan ini bisa dijelaskan melalui Konsep dan Teori Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibilities) dalam buku Business Changing A World.

Melalui berbagai penjelasan dan deskripsi di buku tersebut dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya kondisi awal dan utama (nature) dari Tanggung Jawab Sosial terdiri dari empat elemen utama yakni:

Pertama, Financial Viability atau disebut dengan kelangsungan hidup finansial. Artinya keluarga sebagai organisasi mampu memberikan transformasi keahlian untuk mengelola kekayaan finansial. Generasi muda yang memahami betul bahwa aset finansial seperti uang, portofolio saham atau surat berharga lainnya merupakan modal yang menjadikan mereka bekerja keras untuk bisa bertahan dan mengembangkan kelayakan hidup. Masalah eksistensi dari kelayakan hidup di sini, tidak diasosiasikan dengan keinginan untuk terlihat pamer atau bahkan melakukan aksi konsumsi yang mencolok (conspicuous). Namun pada orientasi yang lebih jauh yakni kestabilan emosi dan Kesehatan.

Kedua, compliance with legal and regulatory requirements. Sesuai dengan hukum dan persyaratan regulasi merupakan bagian selanjutnya yang bisa dikonfigurasikan oleh peran keluarga. Organisasi berupa keluarga akan membantu generasi muda Indonesia untuk mampu mengidentifikasi dan melakukan sintesis dari berbagai referensi hukum yang ada di sekitarnya. Pada akhirnya, generasi muda mampu melakukan pengambilan keputusan terbaik sebagai strategi untuk menghadapi tantangan perubahan.

Ketiga, ethics, principles and values. Istilah keluarga sebagai ummul madrasah (induk pendidikan) sepertinya bukan hal yang bisa dimarjinalkan. Dari organisasi berupa keluarga, generasi muda mampu menginisialisasi perangkat etis, prinsip dan nilai-nilai hidup sebagai paradigma yang implementatif. Sebagai contoh, generasi muda mampu memilih keyakinan untuk bersikap bijaksana dengan aset finansial yang ia miliki berdasarkan pengalaman, pengamatan dan pengetahuan yang ia dapatkan selama berinteraksi di lingkungan keluarga.

Keempat, philanthropic activities. Keluarga sebagai organisasi disebut juga dengan istilah medium (perantara) untuk membangun respon dan sensitivitas (kepekaan) sosial generasi muda. Sisi altruis (kebaikan hati) generasi muda, idealnya dapat dieskalasi melalui fungsi keluarga. Bagaimana keluarga memberikan sisi penghargaan dan hukuman dari setiap tindakan generasi muda, jelas akan memberikan dampak terhadap persepsi mereka mengenai baik atau buruknya karakter pamer kekayaan dan hedonisme di tengah budaya keIndonesiaan. (Ragil Satria Wicaksana, SEI., MSI, Dosen Perbankan Syariah Universitas Alma Ata Yogyakarta, Mahasiswa S3 Prodi Doktoral Perekonomian Islam dan Industri Halal Universitas Gadjah Mada)

Kredit

Bagikan