Krjogja.com - BANTUL - Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus (PG-PS) Madukismo PT Madubaru adalah satu-satunya pabrik gula di Yogyakarta setelah Indonesia merdeka. Tetapi banyak warga Yogyakarta yang tidak tahu kapan PG-PS Madukismo itu dibangun dan sejak kapan pabrik itu mulai memproduksi gula. Apalagi generasi milenial sangat jarang yang tahu.
PG-PS Madukismo saat ini, tepatnya 29 Mei 2023 genap berusia 65 tahun. Pembangunannya diawali Februari 1955, dengan mengerahkan 2.000 sampai 3.000 tenaga kerja setiap hari.
Upah tenaga kerja saat itu untuk tenaga kasar hingga tenaga mandor mulai dari Rp 3, Rp 3,5, hingga Rp 4 per hari. Sedangkan harga beras waktu itu Rp 3,- per Kg, harga gula pasir Rp 6,- per Kg.
[crosslink_1]
Semula diprediksi tahun 1957 pembangunan pabrik bisa selesai dan siap berproduksi. Tetapi perhitungannya meleset, pembangunan baru selesai 1958. Untuk menandai pembangunan pabrik telah selesai dilaksanakan peletakan batu terakhir oleh Sri Sultan HB IX selaku Presiden Direktur PT Madubaru.
Kemudian pada tanggal 29 Mei 1958, PG- PS Madukismo diresmikan oleh Presiden RI Ir Sukarno. Hadir pula Wakil Presiden RI Bung Hatta, Sri Sunan Paku Buwono dari Surakarta dan para pejabat negara dari Jakarta. Sehingga Senin 29 Mei 2023 ini PG- Madukismo genap usia 65 tahun.
Mengawali masa giling perdana diadakan acara selamatan atau Cembengan selama 7 hari 7 malam, hiburan rakyat yang dipentaskan mulai dari wayang kulit, wayang orang, wayang golek, kethoprak, ludruk, dagelan, orkes keroncong dan kesenian tradidional lainnya.
Bersumber buku dinamika 50 tahun perjalanan PT Madubaru, pada era penjajahan Belanda, di Yogyakarta yang luas wilayahnya 3.185, 80 Km persegi terdapat 17 pabrik gula, yakni PG Randugunting, PG Tanjungtirto, PG Kedaton Pleret, PG Wonocatur, PG Padokan, PG Bantul (Jebugan, lokasinya sekitar SMAN 2 Bantul ), PG Barongan, PG Sewugalur, PG Gondanglipuro ( Sekarang menjadi nama Kapanewon Bambanglipuro), PG Pundong, PG Gesikan, PG Rewulu, PG Demakijo, PG Cebongan, PG Beran, PG Medari dan PG Sendangpitu.
Dengan banyaknya pabrik gula di Yogyakarta, maka melimpah pula produksi gula dari Yogyakarta. Belanda pernah berencana membangun pelabuhan di Parangtritis yang tentu saja akan dijadikan jalur angkutan gula keluar dari Yogyakarta.
Tetapi berubahan zaman tak disangkanya. Tahun 1931 terjadi "malaise" atau disebut zaman meleset menggoncang pergulaan di dunia, supply gula berlebihan, harga gula menjadi anjlog. Belanda harus mengurangi jumlah pabrik gula di Yogyakarta untuk mengurangi produksinya.
Pabrik gula yang semula ada 17 lokasi, 9 pabrik harus ditutup sehingga tinggal 8 pabrik yang diaktifkan. Yakni PG Tanjungtirto, PG Kedaton Pleret, PG Padokan, PG Gondanglipuro, PG Gesikan, Pg Cebongan, PG Beran dan PG Medari.
Kondisi tersebut disusul datangnya tentara Jepang dan kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Belanda harus hengkang dari Indonesia.
Tahun 1948 Belanda kembali ingin menguasai Indonesia, tetapi mendapat perlawan rakyat, termasuk perlawan rakyat di Yogyakarta dan terjadi clash ke- II, perang melawan Belanda setelah kemerdekaan.
Pada saat clash ke- II, semua pabrik gula di Yogyakarta dibumihanguskan, agar tidak dipergunakan untuk markas pertahanan tentara Belanda. Juga bangunan dan jembatan strategis ikut dihancurkan. Di beberapa bekas lokasi pabrik gula tersebut sampai saat ini ada yang masih tersisa, walaupun hanya berupa sisa tembok atau saluran air.