Ekosistem Kemalang Rusak Parah, Bermunculan Jurang Baru Akibat Penambangan Pasir

user
Ary B Prass 18 November 2021, 15:57 WIB
untitled

KLATEN, KRJOGJA.com - Ekosistem lereng Gunung Merapi wilayah Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah rusak parah, akibat penambangan galian C yang tidak terkendali. Hal ini dikawatirkan akan berpotensi menimbulkan bencana dan berdampak buruk bagi masyarakat Klaten.

Pantauan di sejumlah lokasi, Kamis (18/11/2021), pohon-pohon besar di kawasan tangkapan air ini dibabat untuk penambangan pasir. Aktivitas ini menimbulkan jurang-jurang baru bekas penambangan pasir di pekarangan-pekarangan atau lahan milik warga.

Nampak di salah satu titik Desa Tegalmulyo,  penambangan dilakukan hanya berjarak sekitar dua atau tiga meter dari rumah warga, sehingga rumah tersebut dikawatirkan berpotensi longsor. Sedangkan hanya sekitar 8 meter dari bekas penambangan tersebut, adalah jalan raya Tegalmulyo yang baru saja ditingkatkan dengan beton cor.

Terkait dengan persoalan kerusakan lingkungan tersebut, Bupati Klaten Hj Sri Mulyani S.M mengemukakan, sudah minta bantuan pada pemerintah pusat dan propinsi, serta koordinasi dengan Forkopimda untuk menertibkan. “Penambang yang ijin resmi hanya tujuh. Namun ada 106 yang ijin lewat OSS, ini betul-betul meluluhkan hati saya, sangat sulit sekali, padahal kan beda peruntukanya, tapi ya wis, biar negara yang bicara. Saya sudah matur pada Pak presiden untuk dibantu ditertibkan. Itu bukan murni kewenangan kabupaten, kewenangan di provinsi,” kata Bupati.

Kepala DLHK Klaten Srihadi menjelaskan, saat ini perijinan terkait pertambangan ditarik ke pusat semua, sehingga daerah menjadi lemah dalam pengawasan.

Pihaknya menghimbau para pelaku usaha untuk tidak mengeksploitasi secara berlebihan, dan mengedepankan keselamatan penambang maupun keselamatan lingkungan.

Srihadi menegaskan, sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW), wilayah atas bukan untuk pertambangan. Yang diperbolehkan untuk pertambangan di kawasan Lindung 3 (L3), sesuai dengan Perpres No. 70 tahun 2014. Yakni di kawasan sekitar Sungai Woro, dan saat ini tinggal ada tujuh penambang berijin yang operasional.

“Untuk 106 yang ijin melalui OSS sebenarnya penggalian untuk industri kecil, namun realitas tidak sesuai di lapangan.

Kemarin kita sudah koordinasi dengan PTSP, PTSP sudah memberikan surat pada semua pelaku usaha yang 106 untuk melakukan perijinan secara resmi. Kewenanganya di ESDM, namun sampai sekarang belum ada perkembanganya. Jadi sekarang ini yang berijin 7,  yang OSS 106, ada penambang manual, dan ada penambang ilegal,” kata Srihadi. (Sit)

Kredit

Bagikan