Ekosistem Kemalang Rusak Parah, Bermunculan Jurang Baru Akibat Penambangan Pasir

Penambangan pasir di lereng Merapi, Kemalang, Klaten. (sri warsiti)
KLATEN, KRJOGJA.com - Ekosistem lereng Gunung Merapi wilayah Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah rusak parah, akibat penambangan galian C yang tidak terkendali. Hal ini dikawatirkan akan berpotensi menimbulkan bencana dan berdampak buruk bagi masyarakat Klaten.
Pantauan di sejumlah lokasi, Kamis (18/11/2021), pohon-pohon besar di kawasan tangkapan air ini dibabat untuk penambangan pasir. Aktivitas ini menimbulkan jurang-jurang baru bekas penambangan pasir di pekarangan-pekarangan atau lahan milik warga.
Nampak di salah satu titik Desa Tegalmulyo, penambangan dilakukan hanya berjarak sekitar dua atau tiga meter dari rumah warga, sehingga rumah tersebut dikawatirkan berpotensi longsor. Sedangkan hanya sekitar 8 meter dari bekas penambangan tersebut, adalah jalan raya Tegalmulyo yang baru saja ditingkatkan dengan beton cor.
Terkait dengan persoalan kerusakan lingkungan tersebut, Bupati Klaten Hj Sri Mulyani S.M mengemukakan, sudah minta bantuan pada pemerintah pusat dan propinsi, serta koordinasi dengan Forkopimda untuk menertibkan. “Penambang yang ijin resmi hanya tujuh. Namun ada 106 yang ijin lewat OSS, ini betul-betul meluluhkan hati saya, sangat sulit sekali, padahal kan beda peruntukanya, tapi ya wis, biar negara yang bicara. Saya sudah matur pada Pak presiden untuk dibantu ditertibkan. Itu bukan murni kewenangan kabupaten, kewenangan di provinsi,” kata Bupati.
Pihaknya menghimbau para pelaku usaha untuk tidak mengeksploitasi secara berlebihan, dan mengedepankan keselamatan penambang maupun keselamatan lingkungan.
Srihadi menegaskan, sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW), wilayah atas bukan untuk pertambangan. Yang diperbolehkan untuk pertambangan di kawasan Lindung 3 (L3), sesuai dengan Perpres No. 70 tahun 2014. Yakni di kawasan sekitar Sungai Woro, dan saat ini tinggal ada tujuh penambang berijin yang operasional.
“Untuk 106 yang ijin melalui OSS sebenarnya penggalian untuk industri kecil, namun realitas tidak sesuai di lapangan.
Kemarin kita sudah koordinasi dengan PTSP, PTSP sudah memberikan surat pada semua pelaku usaha yang 106 untuk melakukan perijinan secara resmi. Kewenanganya di ESDM, namun sampai sekarang belum ada perkembanganya. Jadi sekarang ini yang berijin 7, yang OSS 106, ada penambang manual, dan ada penambang ilegal,” kata Srihadi. (Sit)
BERITA TERKAIT
BIRU Latih Ratusan Siswa SMK Siap Masuk Industri, Gunakan VR untuk Adaptasi Teknologi
Desa di Klaten Terima Bantuan Khusus Rp 79 M
Fordigi Goes to Campus Cari Talenta Digital di UGM
Legislator Satu-satunya PSI DIY Tolak Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024
Sleman Lagi, Sleman Lagi... Kini Juara Umum Kejuaraan Atletik Jogja Open
BCA Life Kembali Raih Penghargaan Indonesia WOW Brand 2023
Kampung Billiard Ambarawa Dikenal Hingga Rusia
Sebanyak 1.899 Jemaah Haji Indonesia Akan Diberangkatkan ke Miqat Bir Ali Pada 1 Juni
Macapat Tatag Teteg Tutug Mulai Digelar Hari Ini
Jemaah Haji Indonesia yang Meninggal Dunia di Arab Saudi Bertambah Jadi 4 Orang
Kalah, Kilicdaroglu Klaim Pemilu Turki Tidak Adil
SMKN 1 Kasihan Luluskan 190 Manggala Budaya
Usut Dugaan Korupsi BTS 4G BAKTI, Muhammadiyah Dukung Langkah Kejaksaan Agung
Gelar Karya dan Open School SDN Minomartani 1, Cetak Siswa Berkarakter, Inovatif
BPR Berubah Nama Jadi Bank Perekonomian Rakyat, Perbarindo DIY Lakukan Sosialisasi
Bikin Kejutan, Persis Solo Masih Rahasiakan Pemain Asing Mereka
Gelar Potensi Wirausaha Kreatif dan Inklusif DIY, Semangat Agar UMKM Naik Kelas
Jemaah Indonesia Mulai Berburu Oleh-oleh di Madinah
Sebuah Helikopter Latih Jatuh di Ciwidey
Mario Dandy Pakai Kabel Ties Sendiri Viral, Kapolda Metro Jaya Minta Maaf
Langsung Datangi Hotel Jemaah Haji, Tim Promkes Beri Penyuluhan Kesehatan