Siswa SMK Ciptakan Alat Cuci Tangan Sensor Ultrasonik

Siswa dengan alat cuci tangan sensor ultrasonik. (Foto : Zaini Arrosyid)
TEMANGGUNG, KRJOGJA.com - Siswa SMKN Bansari Temanggung ciptakan alat cuci tangan sensor ultrasonik untuk mencegah penularan Covid-19 di sekolah tersebut. Setidaknya kini ada 20 alat yang telah berhasil dipasang pada kran, yang tersebar di sejumlah tempat strategis dan dapat dimanfaatkan oleh civitas akademika.
Kedepan, inovasi siswa yang dinamai Washing Hand Otomatic (WHO) tersebut akan diperbanyak dan tidak lagi menggunakan tenaga listrik melainkan tenaga surya.Seorang siswa, Doni Aldian (19) mengatakan cara kerja WHO adalah sensor ultrasonik yang secara otomatis membaca jarak tangan yang kemudian sensor mengirimkan sinyal pada komponen relay.
"Dari komponen relay lalu menuju ke komponen selonoid untuk membuka aliran air. Jadi pemakai tidak lagi memutar kran air. WHO melalui pemrograman atiniardino," jelasnya.
Dikatakan seluruh kran untuk cuci tangan di sekolah telah gunakan WHO. Keunggulan alat ini antara lain tidak perlu sentuhan sehingga lebih efektif guna meminimalisir kontak fisik.
"Karena para pengguna tidak lagi memutar kran dan juga menyentuh tombol apapun, sehingga penularan virus dapat diminimalisir, yang dikhawatirkan menempel kran," kata dia.
Dia mengatakan kedepan WHO tidak lagi menggunakan tenaga listrik sebab bila listrik padam praktis tidak dapat dioperasionalkan. Namun, katanya, akan menggunakan tenaga surya, yang di daerah tropis seperti di Kecamatan Bansari sangat berlimpah. Yang dibutuhkan adalah panel surya dan alat penyimpan tenaga, atau batterai.
Kepala Sekolah SMKN Bansari Suharna mengatakan WHO sebagai implementasi teknologi yang telah dipelajari siswa di sekolah. Teknologi bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
"Inovasi ini menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan berbagai penerapan adaptasi kebiasaan baru dengan rajin mencuci tangan dengan air mengalir," kata dia.
Dia mengatakan saat ini SMK sudah melakukan pembelajaran tatap muka meski khusus untuk praktikum. Kesempatan tersebut yang digunakan untuk menciptakan WHO. "Ide alat dan inovasi dari siswa. Kami guru sebagai pembimbing. Termasuk ke depan dengan energi surya, " kata dia.
Dia mengatakan keberadaan WHO telah sangat membantu dalam pencegahan Covid-19. Kini pihaknya tengah bersiap untuk memproduksi secara massal. Ongkos produksi juga terbilang murah dibanding harga di pasar, yakni berkisar Rp 200 ribuan. "Kami juga siap dalam pemasangannya," kata dia. (Osy)
BERITA TERKAIT
Hubungan China - Amerika Memanas
Bupati Mantu Sandingkan 22 Pasangan Pengantin
Klub Tumpuan Awal Pemain Kelas Dunia
Gara-Gara ingin Tinggal di Luar Negeri, Ayah Tega Bunuh Anak
Kendala Utama Menulis Karya Ilmiah, Belum Mampu Beri Solusi Terbaru
Terkait Karyawan Lembur tak Dibayar, Ini Hasil Pemeriksaan Tim
Dudung Abdurachman Jajaki Kerjasama Bersama Militer Jepang
Garuda Indonesia Kaji Penggunaan Jilbab oleh Pramugari
Konser ‘Binangun Sobat Satru', Denny Caknan Obati Kerinduan Penggemar di Kulonprogo
Pemkab Bantul Luncurkan Rencana Umum Pengadaan
Ledakan Petasan Guncang Majenang Cilacap, Satu Orang Tewas
Kawah Gunung Bromo Keluarkan Api
Mandatori Biodiesel Dituding Penyebab Minyak Goreng Langka dan Mahal
Pentagon Deteksi Balon Mata-mata China Lintasi Amerika
KPK Telusuri Harta Kekayaan Lukas Enembe
Dua Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Dituntut 6,8 Tahun
Diduga Meninggal Dimasukan Kantong Mayat, Ternyata Masih Hidup
Nur Asia Uno Berbagi Pengalaman Kepada Pelaku Usaha Kerajinan di TRAVEX
Mendag Larang Pedagang Jual Beras Oplosan
Gara-gara HP Hilang, Remaja Nekat Lompat dari Lantai 3
Ganjar Naikkan Nominal Bantuan KJS