Ungkapkan Kegelisahan, Rakyat Melakukan 'Topo Pepe'

user
danar 28 April 2017, 10:01 WIB
untitled

IBARAT anak yang merengek kepada orangtuanya jika keinginannya tidak terpenuhi. Itulah gambaran dari aksi 'topo pepe' yang dilakukan beberapa kelompok rakyat Yogyakarta di Alun-alun utara, Rabu (26/4/2017) kemarin. Adanya konsep rakyat tidak bisa melawan raja menyebabkan rakyat hanya bisa mengekspresikan kegelisahan mereka melalui aksi 'topo pepe'.

Ketua Dewan Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto mengatakan 'topo pepe' merupakan sebuah tradisi yang sudah ada sejak dulu. Aksi tersebut dilakukan rakyat jika keinginan mereka belum dipenuhi oleh Raja. Menurut Djoko, topo pepe muncul ketika Kraton Yogya ada konflik baik internal maupun eksternal.

"Aksi topo pepe muncul di era HB 2 atau HB 3 ketika masih ada penjajahan Belanda. Di era tersebut rakyat menderita sehingga menginginkan raja mereka melakukan sesuatu," urai Djoko Dwiyanto kepada KRJOGJA.com, Kamis (27/5/2017).

Baca Juga :

Misman, Keturunan Jawa di Suriname ini Curhat Soal Namanya

Ketemu Sultan, Ini yang Diminta Keturunan Jawa

Perjuangan Supiarno, Warga Kaledonia Baru Demi Ikut Javanese Diaspora

Sultan HB X Berbicara Ngoko, Ini Reaksi Peserta Javanese Diaspora

Sebagaimana diketahui, beberapa kelompok rakyat Yogya, antara lain Kawulo Aswaja Mataram Islam, menggelar aksi Topo Pepe di Alun-alung Utara Yogayakarta, Rabu (26/4/2017). Mereka melakukan aksi ini untuk memperingati Jumenengan Hamengku Buwono serta untuk menyuarakan aspirasi mereka bahwa perubahan di Kraton agar tidak menghilangkan kultur dan mengubah prinsip kasultanan yang ada.

Menurut Djoko, aksi topo pepe merupakan usaha rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Adanya konsep rakyat tidak bisa melawan Raja menyebabkan rakyat hanya bisa mengekspresikan suara mereka melalui aksi tersebut. "Mau melawan Raja tidak berani, jadi diekspresikan melalui topo pepe.Sepengetahuan saya, di era HB IX sama sekali tidak ada topo pepe yang dilakukan rakyat. Hal ini menunjukkan jika HB IX dekat sekali dengan rakyat dan bisa menyelami keinginan rakyatnya," beber Djoko.

Djoko menambahkan topo pepe merupakan sebuah kearifan lokal yang masih dilakukan sebagian orang untuk menunjukkan kegelisahan mereka kepada raja. Namun jika semua keinginan rakyat selalu diakomodir Raja, aksi topo pepe pun bisa hilang. "Kemungkinan berbagai jalur sudah ditempuh, termasuk melalui jalur internet, namun keinginan rakyat belum juga direspons, sehingga akhirnya melakukan topo pepe tersebut," pungkasnya.(M-10)

Kredit

Bagikan