Ungkapkan Kegelisahan, Rakyat Melakukan 'Topo Pepe'

Aksi 'topo pepe' yang dilakukan rakyat Yogya. (Foto: Yudho P)
IBARAT anak yang merengek kepada orangtuanya jika keinginannya tidak terpenuhi. Itulah gambaran dari aksi 'topo pepe' yang dilakukan beberapa kelompok rakyat Yogyakarta di Alun-alun utara, Rabu (26/4/2017) kemarin. Adanya konsep rakyat tidak bisa melawan raja menyebabkan rakyat hanya bisa mengekspresikan kegelisahan mereka melalui aksi 'topo pepe'.
Ketua Dewan Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto mengatakan 'topo pepe' merupakan sebuah tradisi yang sudah ada sejak dulu. Aksi tersebut dilakukan rakyat jika keinginan mereka belum dipenuhi oleh Raja. Menurut Djoko, topo pepe muncul ketika Kraton Yogya ada konflik baik internal maupun eksternal.
"Aksi topo pepe muncul di era HB 2 atau HB 3 ketika masih ada penjajahan Belanda. Di era tersebut rakyat menderita sehingga menginginkan raja mereka melakukan sesuatu," urai Djoko Dwiyanto kepada KRJOGJA.com, Kamis (27/5/2017).
Baca Juga :
Misman, Keturunan Jawa di Suriname ini Curhat Soal Namanya
Ketemu Sultan, Ini yang Diminta Keturunan Jawa
Perjuangan Supiarno, Warga Kaledonia Baru Demi Ikut Javanese Diaspora
Sultan HB X Berbicara Ngoko, Ini Reaksi Peserta Javanese Diaspora
Sebagaimana diketahui, beberapa kelompok rakyat Yogya, antara lain Kawulo Aswaja Mataram Islam, menggelar aksi Topo Pepe di Alun-alung Utara Yogayakarta, Rabu (26/4/2017). Mereka melakukan aksi ini untuk memperingati Jumenengan Hamengku Buwono serta untuk menyuarakan aspirasi mereka bahwa perubahan di Kraton agar tidak menghilangkan kultur dan mengubah prinsip kasultanan yang ada.
Menurut Djoko, aksi topo pepe merupakan usaha rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Adanya konsep rakyat tidak bisa melawan Raja menyebabkan rakyat hanya bisa mengekspresikan suara mereka melalui aksi tersebut. "Mau melawan Raja tidak berani, jadi diekspresikan melalui topo pepe.Sepengetahuan saya, di era HB IX sama sekali tidak ada topo pepe yang dilakukan rakyat. Hal ini menunjukkan jika HB IX dekat sekali dengan rakyat dan bisa menyelami keinginan rakyatnya," beber Djoko.
Djoko menambahkan topo pepe merupakan sebuah kearifan lokal yang masih dilakukan sebagian orang untuk menunjukkan kegelisahan mereka kepada raja. Namun jika semua keinginan rakyat selalu diakomodir Raja, aksi topo pepe pun bisa hilang. "Kemungkinan berbagai jalur sudah ditempuh, termasuk melalui jalur internet, namun keinginan rakyat belum juga direspons, sehingga akhirnya melakukan topo pepe tersebut," pungkasnya.(M-10)
BERITA TERKAIT
Tantangan Sustainability Penurunan Stunting, Akankah Tercapai Zero Stunting di 2030?
Persiapan Puncak Haji, Jemaah Haji Lansia Harus Jaga Tenaga
Masih perlukah Pembukaan Fakultas Kedokteran di Pulau Jawa?
Boyolali Jadi Tuan Rumah Temu Donor Darah Sukarela Se-Jateng
Stiker Lindungi Lansia Terpampang di Setiap Sudut Hotel Jemaah Haji
Siap-Siap War! Tiket FIFA Matchday Indonesia vs Argentina Bisa Dibeli Mulai 5 Juni
Mengenal Aplikasi Penghasil Uang Sweatcoin
UGM Jadi Peraih Penghargaan Terbanyak pada Anugerah Merdeka Belajar Tahun 2023
Hanya Potong Pajak, Luhut Bantah Pemerintah Beri Insentif Mobil Listrik
SMKI Nusantara Buktikan Eksistensi Diri
Manfaatkan Lahan Sungai Kering, Polisi dan Warga Tanam Sayuran
Mau Nonton Laga Timnas Indonesia VS Argentina? Segini Harga Tiketnya
Awas! Siklon Tropis Mawar Mengancam Perairan Indonesia
KKP Segel 11,3 Ton Ikan Impor di Palembang
Sah! Ekspor Mineral Mentah Mulai Distop 10 Juni 2023
Di Semarang Bhikkhu Thudong Diterapi Thairopractic
KAI Daop 6 Salurkan Bantuan TJSL untuk Pembangunan Griya Anak Asuh
Lepas Kloter Pertama Embarkasi Kertajati, Ini Pesan Menag
Mahasiswa MTS UJB Praktik Kerja Lapangan di PT ADP
Panggil Dapur Konsumsi Jemaah, Kemenag Ingatkan Sanksi Distribusi Makanan Terlambat
Atlet NSB Raih 'MPV' Dalam Piala Kadisporapar