Ada Apa dengan 'Cah Klithih' ?

user
danar 05 Desember 2016, 04:34 WIB
untitled

YOGYA (KRjogja.com) - Tindakan kriminal di jalanan yang dilakukan anak usia remaja atau pelajar di Yogya pada 2016, masih cukup tinggi. Sering kali pelajar tertangkap karena melakukan tidakan pidana, baik penganiayaan maupun membawa sajam. Para korbannya, juga masih usia remaja dan beberapa di antaranya bahkan meninggal. Hampir setiap akhir pekan, kepolisian mengamankan pelajar yang membawa senjata tajam (sajam), gir dan benda berbahaya lainnya saat sedang nglithih.

Kata nglithih berasal dari kata klithih, yang merupakan penggalan dari dua kata bahasa Jawa klithah-klithih. Menurut Kamus Bahasa Jawa karangan SA Mangunsuwito, klithah-klithih artinya 'berjalan bolak-balik agak kebingungan'. Klithih sekarang ini mempunyai konotasi kriminal, bukan sekadar kenakalan remaja.

Pada kenyataannya, perbuatan klithih adalah sekelompok remaja yang berkeliling kota atau kabupaten dengan naik motor dan berbuat kriminal kepada pengendara motor lainnya. Mereka berkeliling dengan motor tidak kebingungan, tetapi sudah mempunyai target kejahatan.

Kapolresta Yogya Kombes Pol Tommy Wibisono SIK mengatakan, tindak pidana yang dilakukan usia remaja ini sudah meresahkan dan tidak bisa ditoleransi lagi. Meskipun usianya masih remaja, tapi tindakannya sudah melampaui batas. Untuk itu pihaknya tetap memproses hukum bagi pelajar maupun anak usia remaja yang melakukan kriminalitas.

Untuk mencegah tindakan kriminal yang dilakukan pelajar, jajaran Polresta Yogya setiap malam melakukan patroli di tempat nongkrong anak-anak remaja. Bagi yang kedapatan membawa sajam, gir, dobel stik atau alat yang dapat membahayakan orang lain, langsung diamankan. Remaja yang bawa sajam langsung diproses hukum, sedangkan yang tidak membawa sajam didata dan orangtua serta guru mereka didatangkan.

"Mereka juga membuat surat pernyataan tidak mengulangi lagi. Kemudian orangtua kami ingatkan untuk melakukan pembinaan kepada anaknya agar tindakan itu tidak diulangi lagi. Ternyata langkah itu bisa mengurangi jumlah kriminal dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun tidak bisa hilang semuanya," ujarnya.

Menurutnya, tindakan kriminal ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan orangtua. Terbukti masih banyak pelajar SMP dan SMA yang menongkrong hilang larut malam, bahkan sampai dini hari. Seharusnya orangtua selalu mengawasi anaknya di luar jam sekolah, terutama keluar pada malam hari.

"Diberikan fasilitas motor itu menjadi salah satu penyebabnya karena bisa bermain hingga lupa waktu. Bahkan tindakan kriminal berawal dari konvoi dan nongkrong itu. Untuk itu seharusnya orang tua melarang anaknya pulang malam, " pintanya.

Terkait kejahatan jalanan yang melibatkan anak usia remaja, Wadireskrim Polda DIY AKBP Djuhandani menyebut, faktor kurangnya perhatian dari orangtua menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu para anak pelaku kejahatan ini mengaku dari sisi ekonomi kebutuhan mereka tidak dipenuhi. Seperti meminta uang atau barang sehingga mereka nekat mencari jalan pintas mendapatkan uang.

Dari beberapa kejadian yang terjadi di Sleman, Kapolres Sleman AKBP Burkan Rudy Satria mengatakan pelaku adalah pelajar bersenjata tajam. "Motifnya keributan antarpelajar, namun karena sudah mempergunakan senjata tajam maka perlu penanganan khusus," tandas Burkan.

Mengantisipasi hal itu, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya. Antara lain razia dan sambang ke sekolah-sekolah. Ia berharap para orangtua kembali memperkuat peran mereka dengan meningkatkan pengawasan dan berkomunikasi dengan anak.

Maraknya tindak kekerasan dan kriminalitas yang melibatkan pelajar menjadi salah satu fokus perhatian dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY. Predikat Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan menuntut guru tidak sekadar menghasilkan lulusan yang pandai secara akademik, tapi juga berkarakter dan memiliki akhlak mulia. Semua itu akan bisa diwujudkan apabila siswa serius dalam belajar dan menghindari segala sesuatu yang mengarah pada kriminalitas.

"Kenakalan dan aksi kriminalitas yang melibatkan pelajar, seharusnya tidak boleh terjadi. Walaupun dalam realitanya untuk mewujudkan hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena persoalannya cukup komplek. Untuk itu Disdikpora DIY meminta agar orangtua dan sekolah lebih peduli kepada anak-anak yang melakukan perilaku menyimpang," kata Kepala Disdikpora DIY, Drs K Baskara Aji menjawab pertanyaan KRjogja.com di Yogyakarta, Sabtu (3/12/2016).

Baskara Aji mengungkapkan, pendidikan karakter tidak akan bisa diwujudkan dengan baik diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Untuk itu orangtua sebagai keluarga terdekat dan masyarakat harus proaktif, dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. Karena munculnya kenakalan remaja yang mengarah pada tindak kriminalitas tidak jarang dikarenakan pengaruh lingkungan di sekitarnya.

"Koordinasi dengan sekolah terus kami lakukan untuk mencegah terjadinya tindak kriminalitas yang melibatkan pelajar. Bahkan sebagai bentuk keseriusan selain meminta orangtua untuk memberikan pengawasan selama 24 jam, bagi pelajar yang terbukti terlibat dalam tindak kriminalitas. Kami minta untuk ditindak tegas sesuai dengan proses hukum yang berlaku," terang Baskara Aji. (Sni/Ayu/Ria)

Kredit

Bagikan