Kebijakan Impor Beras Perlu Data Tunggal

Ir Udhoro Kasih Anggoro (dua dari kiri) saat menyampaikan paparan (Foto: Devid Permana)
YOGYA, KRJOGJA.com - Impor beras 500 ribu ton yang dilakukan pemerintah di awal tahun 2018, menuai kontroversi karena dilakukan mendekati panen raya. Banyak pakar yang menilai impor beras tersebut akan menurunkan harga beras sehingga merugikan petani. Namun ada juga pakar yang berpendapat bahwa impor beras menjadi penting untuk menjaga cadangan pangan nasional.
Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian (Faperta) UGM Dr Ir Jangkung Handoyo Mulyo MSi mengatakan, penentuan kebijakan impor beras harus didasarkan pada data yang akurat (evidence based) mengenai jumlah produksi dan konsumsi beras nasional. Setelah itu dilihat stok beras yang ada.
Hanya saja data yang ada ternyata cukup banyak, antara lain data milik Kementerian Pertanian, data Badan Pusat Statistik (BPS) atau yang lain. Data yang disajikan pun beragam. Bagi pihak-pihak yang dituntut memenuhi target produksi beras nasional, data yang disajikan surplus (over estimate). Sementara pihak yang menginginkan kran impor dibuka, datanya minus (under estimate).
"Impor beras bisa menyebabkan inflasi. Oleh karenanya perlu data tunggal yang valid dan telah disepakati bersama agar keputusan impor tepat," terang Jangkung dalam Fokus Group Discussion (FGD) bertema 'Problematika Perberasan Nasional, Kebijakan, Produksi dan Impor' di Auditorium Prof Ir Harjono Danoesastro, Faperta UGM Yogyakarta, Jumat (2/2/2018). FGD diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kedaulatan Pertanian, Faperta UGM.
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010-2014 yang saat ini menjabat Advisor Direksi Salim Group Bidang Pangan Berkelanjutan Ir Udhoro Kasih Anggoro mengatakan, kalau data bermasalah maka akan sulit dalam merumuskan kebijakan. Dan jika data yang digunakan untuk menentukan kebijakan publik salah, maka dampaknya sangat luas dan itu berbahaya. "Data yang kompak sangat diperlukan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan," katanya. (Dev)
Anggoro mendorong sivitas akademika Faperta UGM untuk lebih berperan aktif dan berkontribusi dalam perumusan kebijakan. Yakni dengan menjadi partner sinergis dan kritis terhadap lembaga yang terkait dengan perumusan kebijakan pertanian. Seperti Presiden, Bappenas, Kementan, Kemendag dan Kementerian Keuangan.
Dekan Faperta UGM Dr Jamhari mengatakan, kenaikan harga beras sangat dipengaruhi oleh ketersediaan beras dan permintaan pasar (demand). Untuk mengetahui kondisi sebenarnya, bisa dilihat dari harga beras dipasaran. "Data harga bisa lebih valid dibanding data produksi dan konsumsi. Sehingga saat harga beras tinggi, sangat mungkin karena stok berasnya memang tidak ada," katanya. (Dev)
BERITA TERKAIT
Cegah Kenaikan Harga Beras, Pemerintah Perlu Menyesuaikan HPP
Sepak Bola Indonesia Sudah Terlalu Lama Kotor
Peringkat Korupsi Dunia, Indonesia Anjlok Posisi Nomor 110 Dunia
BRI Kembali Buka Kesempatan Beasiswa S2 Bagi Journalist
Mayora Group Career Exhibition Pasar Kerja Diwarnai Ketidaksesuaian
Pariwisata Pulih, Kunjungan Wisman ke DIY Naik Tiga Kali Lipat Pada Desember 2022
Kompetisi IBL Tokopedia: Bima Perkasa Belum Terbendung
Bensin Picu Inflasi Kota Yogyakarta Capai 6,05 Persen Januari 2023
Warga Ancam Akan Melakukan Aksi, Perlintasan KA Bandara Adisutjipto Sistem Buka Tutup
PBSI Bantul Series II Libatkan 333 Atlet 12 Klub
Telkom Dukung Pembangunan Desa Mandiri, Melalui Progam Ini
Operasi Zebra Sidang di Tempat, Menekan Angka Kecelakaan Lalu Lintas
Rem Blong, Truk Tronton Terguling di Jalur Bayeman
Pura-pura Ngelamar Kerja, Eh Malah Nyolong Scoopy
Disapu Angin Kencang 21 Rumah Rusak
Pemimpin Pesantren Waria Al Fatah Meninggal Dunia
Nama Wakil Bupati Sukoharjo Agus Santosa Dicatut Oknum
Unissula Prioritaskan KKN Inovatif
BRI berhasil Duduki Top 3 Public Limited Company (PLCs) di Indonesia Versi ACGS
Takdir Cinta yang Kupilih Episode 168, Menuju Puncak Rating TV
Tuntaskan 110 Ribu Bibit, Sukoharjo Lanjutkan Tanam Kelapa Genjah