Kebijakan Impor Beras Dikhawattirkan Rugikan Petani

user
Agusigit 26 Desember 2022, 19:31 WIB
untitled

Krjogja.com - YOGYA - ‎Keputusan pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton mendapatkan reaksi beragam dari sejumlah pihak. Meskipun kebijakan impor itu terpaksa diambil dengan alasan ‎untuk memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang ditargetkan sebanyak 1,2 juta ton pada akhir tahun 2022.Reaksi prokontra itu muncul, karena keputusan impor itu dinilai bertolak belakang dengan komitmen Kementerian Pertanian yang sebelumnya sempat menyanggupi pasokan beras 600 ribu ton untuk Bulog.

"Saya kira dalam menyikapi persoalan impor beras ini, ke depan sudah saatnya kementrian pertanian mendorong peningkatan produksi beras nasional. Hal itu perlu dilakukan untuk bisa mencukupi kebutuhan nasional. Selain itu kementerian pertanian juga harus mendengar keluhan petani mulai masalah  air, harga pupuk, BBM subsidi, asuransi, KUR, hama dan pemasaran produk petani.  Karena import bukan langkah tepat, tapi pemberdayaan petani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor perlu mendapat prioritas,"kata pengamat ekonomi sekaligus dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta MM di Yogyakarta, Senin (26/12).

Widarta mengatakan, ‎keputusan pemerintah untuk melakukan impor beras dikhawatirkan bisa merugikan petani. Karena pada Februari-Maret 2023 petani ‎sedang berproduksi dan stok beras akan melimpah. Karena itu, sebaiknya Bulog agar memaksimalkan penyerapan saat nanti panen raya tiba. Serapan Bulog yang relatif sangat sedikit karena Bulog belum bisa secara profesional menyerap beras nasional, termasuk memasarkan beras nasional ke masyarakat. Terbukti sebagian besar bahkan semua masyarakat Indonesia tidak berminat untuk membeli beras yang dipasarkan oleh Bulog.

Sebagai contoh Indonesia mempunyai lahan pertanian sebesar 70 juta hektar dengan lahan panen padinya sebesar 10,41 juta hektar tetapi hanya menghasilkan beras nasional sekitar 31 juta ton pertahun. Sedangkan Vietnam yang hanya mempunyai lahan pertanian sebesar 7,2 juta hektar bisa menghasilkan produksi beras 44 juta ton pertahun. Sehingga Vietnam bahkan bisa menjadi negara pengekspor beras nomor 2 terbesar dunia di tahun 2020.

‎"Saya kira ‎kebutuhan beras dapat diketahui dengan mempertimbangkan keseimbangan antara supply (produk pertanian) dan demand (konsumen beras). Jadi perlu diamati kapan panen raya dan kapan bisanya stock beras berkurang," ungkapnya.  
Lebih lanjut Widarta menambahkan, biasanya periode Januari-Februari merupakan masa paceklik padi. Sedangkan untuk panen besar biasanya baru terjadi mulai akhir Februari atau awal Maret. Artinya, Januari-Februari masih perlu operasi pasar  agar harga beras tidak melonjak tinggi dan terjangkau oleh masyarakat.  (Ria)

Kredit

Bagikan