FH UAD Bahas Pro-Kontra Pengesahan KUHP

user
Agusigit 31 Desember 2022, 12:42 WIB
untitled

YOGYA - Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 6 Desember 2022 diyakini sebagai tonggak sejarah pembaruan hukum pidana di Indonesia.
Pengesahan KUHP menuai polemik di masyarakat, KUHP pada satu sisi dipandang sebagai produk hukum yang baik mampu menjawab ketidakrelevanan produk hukum pidana sebelumnya, sedangkan dari sisi lainnya disahkannya KUHP tidak sedikit mendapat kritik publik. Kritikan publik atas masyarakat yang tidak setuju, menilai adanya sejumlah pasal bermasalah.
Merespons hal ini, Pusat Kajian Sejarah & Pembangunan Hukum (PKSPH) Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH-UAD) bekerjasama dengan Laboraturiom Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan menyelenggarakan kuliah umum, Jumat (30/12/2022). Kegiatan ini dilaksanakan secara blended mendapatkan antusias dari para peserta baik yang mengikuti secara daring maupun secara luring di Auditorium Kampus 2 UAD, Jalan Pramuka, Sidikan, Kemantren Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Kuliah umum ini bertemakan 'Menguak Konsep Hukum Yang Hidup Dalam KUHP Terbaru : Perspektif Filosofis Pancasila'  menghadirkan pemateri Widha Sinulingga SH MH (Kepala Subseksi Penuntutan Eksekusi & Eksaminasi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Gunungkidul), Mufti Khakim SH MH (Kepala Laboratorium FH UAD), dan Ilham Yuli Isdiyanto SH MH (Direktur PKSPH FH UAD).
Pada kesempatan tersebut, Mufti Khakim menyampaikan, merespons persoalan itu (kontroversi hukum yang hidup dalma KUHP), penegak hukum harus peka terhadap living law dan tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan Konstitusi Republik Indonesia. Dari sini jelas dikatakan  Hukum Pidana masih perlu kajian mendalam agar tidak menimbulkan multitafsir dan tidak berorientasi pada hukum.
Selanjutnya Ilham Yuli Isdiyanto menyatakan, terjadi banyak kesalahan pandang dalam memahami Pasal 2 KUHP yang baru, penerapan hukum yang hidup tidaklah serta merta tanpa ada regulasi pendukungnya. Jika dibaca pada penjelasan KUHP, kuncinya nanti ada pada Peraturan Daerah yang standar materinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
“Yang bisa kami sarankan adalah, jangan isi hukum yang hidup tertuang secara detail pada Peraturan Daerah, tetapi Peraturan Daerah harus lebih mengakomodir pranata sosial lokal atau pranata adat yang nantinya menjadi mitra penegak hukum dalam memahami ada tidaknya perbuatan melawan hukum yang hidup atau adat. Hal ini yang harus dikawal!," ujarnya.
Sementara dari perspektif Widha Sinulingga lebih banyak menyoroti sebenarnya penegak hukum (Jaksa) sudah mengakomodir hal ini melalui restorative justice sebagai bagian dalam menegakkan hukum dan keadilan. Menurutnya, penekanan utamanya adalah ada pada Pancasila, Widha menambahkan penguatan nilai-nilai ideologi Pancasila melalui penegakan berdasarkan keadilan restoratif sebagai solusi penyelesaian konflik.
KUHP lama senyatanya masih menekankan pada bentuk keadilan yang bersifat retributive artinya pola penanganan perkara tindak pidana lebih cenderung sebagai bentuk upaya pembalasan terhadap kejahatan sehingga kekurangan ini yang mencoba untuk diperbaiki dalam KUHP terbaru.(Jay)

Kredit

Bagikan