Krjogja.com - YOGYA - Tragedi Kanjuruhan membangunkan semua pihak bahwa dunia sepak bola di tanah air harus dibenahi. Tak hanya dari segi tim maupun suporter saja, melainkan juga manajemen pengelolaan pertandingan. Tragedi Kanjuruhan tak boleh terulang, sehingga tidak ada jatuhnya korban.
Keresahan ini juga dirasakan Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY, Cholid Mahmud. Rapat kerja pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang No 11 Tahun 2022 tentang keolahragaan digelar dengan mengundang stakeholder olahraga di daerah ini seperti perwakilan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Polda DIY, KONI DIY, Asosiasi Provinsi PSSI DIY hingga kelompok suporter sepak bola mulai dari Brajamusti (pendukung PSIM Yogyakarta), Brigata Curva Sud (pendukung PSS Sleman) maupun Paserbumi (pendukung Persiba Bantul).
Dalam raker ini Cholid Mahmud mendapat masukan, salah satunya dari kelompok suporter ini. Mereka mengatakan para suprter seperti anak hilang yang tidak memiliki induk.
"Sebagian kelompok suporter merasa tidak punya induk untuk bernaung. Mereka mengatakan kami (suporter bola) ini hanya dijadikan pasar semata yang hanya tukang membeli tiket. Tidak ada yang membina dan memberikan edukasi,” ucap Cholid Mahmud dalam rapat kerja yang digelar di Kantor Sekretariat DPD RI DIY, Selasa (25/10/2022).
Cholid mengatakan suporter merasa tak dinaungi oleh yang didukungnya. Para suporter malah lebih banyak berkoordinasi dengan kepolisian, itu pun salah satunya terkait penentuan titik pemberangkatan saat hendak menonton pertandingan.
Hal yang menjadi curhatan suporter bola yakni rata-rata klub olahraga profesional dimiliki oleh pengusaha yang sebagain berdomisili tidak berada di Yogyakarta. “Mereka menyatakan lebih susah ngomong kepada pemilik,” imbuhnya.
DPD RI memandang jika memang di dalam Undang-undang Keolahragaan dianggap ada sesuatu yang belum ter-cover, sebaiknya perlu diusulkan apakah ada penambahan regulasi khusus. Atau, mendorong pemerintah menerbitkan peraturan.
Di sisi lain, Cholid mengatakan, ternyata hampir tidak ada regulasi yang mengatur klub suporter. Masing-masing mengatur sendiri sesuai kapasitas mereka. Ditambah lagi, belum semua kelompok suporter berbadan hukum meskipun beberapa telah memiliki.
“Saya kira ini menarik menjadi bahan pertimbangan kita, apakah perlu ada upaya penataan terhadap kelompok suporter termasuk pengorganisasiannya,” kata Cholid.
Baginya, keberadaan supoter olahraga memiliki motivasi yang baik di antaranya memberikan dukungan karena senang dan ingin kelompoknya maju. Tetapi, lanjut Cholid, apabila tidak diorganisir bisa terjebak hal-hal yang tidak diinginkan. Regulasi di kalangan organisasi suporter perlu dipikirkan dan dirumuskan secara bersama-sama melibatkan organisasi suporter,” ungkapnya.
Raker ini sebenarnya bagian respons agar Tragedi Kanjuruhan Malang tidak terjadi lagi di kancah olahraga nasional. “Jangan sampai olahraga malah menjadi lautan air mata,” ucapnya. (*)