Kabar Terbaru Asnawi, Mahasiswa yang Jadi Sarjana dari Jual Gorengan

user
agung 06 Maret 2017, 00:27 WIB
untitled

BELUM lama ini, media sosial dihebohkan dengan adanya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang membaga gerobak gorengan ke wisudanya. Saat itu Asnawi ingin menunjukan dengan kemauan dan kerja keras ia bisa meraih gelar sarjana dengan jualan gorengan. Ini kabar terbaru dari anak muda asal Bangka ini.

Dihubungi KRjogja.com, rupanya selepas wisuda pada Sabtu 11 Februari 2017, ia pulang ke kampung halamannya. Ia tengah menunggu adanya panggilan sebuah perusahaan dimana ia mengirimkan lamaran kerja. Di sisi lain, ia punya impian meneruskan kuliahnya ke jenjang S2, serta mengembangkan lagi jiwa bisnisnya.

"Saya sekarang bekerja dulu atau buka usaha, sambil mempersiapkan pengajuan beasiswa ke luar negeri," kata Asnawi kepada KRjogja.com, Minggu (05/03/2017). Beberapa waktu lalu, foto Asnawi tengah memanggul gerobak berisi gorengan pada hari dimana dia telah usai diwisuda memang membuat heboh. Pria asal Bangka itu berhasil meraih gelar sarjana ekonomi berkat usahanya berjualan gorengan sejak semester 3.

Kepada KRjogja.com ia menuturkan bahwa sedari kecil hidupnya memang sudah penuh lika-liku. Ia lahir di desa transmigrasi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada tanggal 24 agustus 1990. Meski masuk 3 besar terbaik di SMP, hal tersebut tidak lantas membuatnya bisa lanjut ke jenjang selanjutnya. Ia sempat ikut orangtuanya merantau ke Bangka untuk bekerja di toko meubel.

Hingga Februari 2006, barulah ia dan keluarga beralih menjadi penjual gorengan. Karena bekerja itulah, ia harus rela mengorbankan masa remajanya untuk menunda masuk SMA. Tiga tahun kemudian ia baru melanjutkan studinya di SMK PGRI Pangkalpinang.

Kabar Terbaru Asnawi, Mahasiswa yang Jadi Sarjana dari Jual Gorengan

Asnawi bersama keluarganya

Ada satu fase saat ia SMK dan ia terpilih mewakili sekolah untuk pertukaran pelajar di Yogyakarta. Itulah awal perkenalannnya dengan kota pelajar ini. “Saat program pertukaran pelajar itu saya melihat semangat pelajar Jogja. Saya tertarik dan memantapkan hati untuk bisa kuliah di Jogja,” ujar pemuda yang kerap disapa Awi ini.

Kelulusan SMK menjadi momen terbaik pertama baginya. Kala itu, ia melihat ibunya menangis bangga saat anaknya dinyatakan menjadi lulusan terbaik. Pada September 2012, cita-citanya untuk menempuh pendidikan di Yogyakarta tercapai, ia berkuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Awal mula perjuangannya menjual gorengan dimulai saat ia memasuki tahun keduanya di UMY. “Saya berjualan di depan gerbang utara kampus UMY. Saat semester 3, saya sudah bisa memilih jadwal kuliah, maka saya memilih jadwal antara pukul 07.00 sampai 1300,” terangnya. Ia memilih libur pada hari minggu dan saat tugas kuliah tengah menumpuk.

Bagi dirinya, gorengan memiliki arti istimewa. Karena dari gorenganlah dia bisa menjadi sarjana. “Makanya saya bernadzar sejak semester 3, kalau saya wisuda saya akan membawa gerobak ini ke depan sportorium UMY,” tuturnya.

Benar saja pada momen wisuda lalu, Ia menjajakan gorengannya untuk dibagikan. Karena kecintaannya pada gorengan pula, ia sempat terpikir untuk membangun usaha kafe yang menyajikan gorengan dengan inovasi baru. ”Meskipun saat ini cita-cita saya adalah melanjutkan studi S2 di Inggris dan mengembangkan produk hasil bumi di kampung halaman,” terang pemuda yang mengidolakan BJ Habibie ini.

Diakuinya didikan keras dari orang tuanya menjadi faktor pembentuk karakternya yang tidak mudah menyerah. Ia pernah merasakan saat-saat dimana usahanya gagal, uang telah habis, dan orang tuanya tidak bisa membantu karena uang cadangan untuk membayar kuliah dibawa kabur  orang lain.

“Saat itu hampir ingin berhenti dan menyerah saja. Tapi ibu selalu menguatkan saya, Ibu yakin bahwa pertolongan Allah itu ada,”ujar putra dari pasangan Rastani dan Rokilah . Nasihat itulah yang membuatnya bertekad untuk tidak pernah mengecewakan orang tua.

Ia telah membuktikan bahwa dari berjualan gorengan ia bisa memperoleh gelar sarjananya. Baginya, kekurangan bukanlah penghalang cita-cita. “Malu harus ita miliki supaya tidak melakukan hal yang memalukan. Gengsi harus kita buang jauh-jauh agar kita jadi manusia yang bergengsi,”katanya. (Hanifah Febriani)

Kredit

Bagikan