Sikapi Perang Harga Transportasi Online, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

user
agung 11 Maret 2019, 18:47 WIB
untitled

YOGYA, KRJOGJA.com – Menyikapi perang harga yang terjadi di transportasi online, pemerintah sebaiknya hati-hati. Jika mengambil langkah yang salah, justru bisa menyebabkan ekosistem dunia digital di Indonesia tidak berkembang.

Managing Director Centre for Digital Society (CFDS) UGM, Dedy Permadi mengatakan selama ini pemerintah memiliki semangat untuk mendorong ekonomi digital di Indonesia berkembang. Salah satunya dengan tidak banyak membuat aturan untuk start up.

“Pemerintah memiliki semangat less regulation, tidak banyak regulasi. Karena bisnis model start up itu kan terkait inovasi. Kalau banyak diatur justru tidak berkembang,” kataDedy Permadi kepada KRJogja.com, Senin (11/3/2019).

Salah satu yang dilihatnya telah dilakukan pemerintah adalah menyederhanakan izin pendirian start up, termasuk mengurus perizinan   secara online. Menurutnya itu adalah usaha pemerintah untuk mendukung ekosistem digital melalui less regulation.

Menurut Dedy Permadi, meski memiliki semangat less regulation, menurutnya tetap ada sisi-sisi yang perlu diatur dalam ekosistem digital. Hal itu juga yang menurutnya harus dilakukan dalam persoalan persaingan harga atau perang harga layanan transportasi online Go-Jek dan Grab.

“Aturan tetap diperlukan, setidaknya untuk dua hal, terkait persaingan usaha dan keamanan baik bagi konsumen atau pelanggan juga driver atau pengendara,” kata Dedy. Meski membutuhkan aturan, menurutnya pemerintah cukup menggunakan aturan yang lama.

Menurutnya, aturan lama yang bisa digunakan yaitu UU No 5 Tahun 1999, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Meski aturan lama, namun itu masih relevan untuk digunakan.

“Saya dengar akan direvisi, undang-undang tersebut bisa menjadi jembatan untuk menyelesaikan persoalan perang harga,” ujar Dedy Permadi. Bukan hanya start up di layanan transportasi online, tapi juga start up secara umum.

Lebih lanjut, Dedy Permadi mengatakan terkait subsidi dari startup terkait layanan mereka sebenarnya yang diuntungkan adalah konsumen. Seberapa kuat start up melakukan subsidi sehingga layanan menjadi sangat murah juga tergantung dari start up itu sendiri.

Namun, jika subsidi tersebut justru mengarah ke monopoli dan layanan tidak sehat maka kembali ke aturan atau undang-undang yang sudah ada.

“UU No 5 Tahun 1999 menurut saya masih kontekstual untuk menjadi jembatan soal tarik ulur perang harga layanan transportasi online,” tutup Dedy Permadi. (Apw)

Kredit

Bagikan