Bank Dunia Rayu China Ringankan Beban Utang Negara Miskin

lustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Krjogja.com - CHINA - Presiden Bank Dunia David Malpass mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta pejabat pemerintah China mengambil langkah untuk meringankan beban utang negara berkembang.
Bank Dunia mengungkapkan bahwa, dalam pertemuan antara Malpass dengan Perdana Menteri China Li Keqiang, Menteri Keuangan Liu Kun dan Gubernur Bank Rakyat China Yi Gang, para pejabat diminta untuk menerbitkan lebih banyak data terkait instrumen utang untuk membantu mempercepat restrukturisasi bagi negara-negara miskin.
"Presiden Malpass dan Perdana Menteri Li mengadakan diskusi mendetail tentang beban tingkat utang yang tidak berkelanjutan di banyak negara berkembang," kata Bank Dunia, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (9/12/2022).
Malpass juga mengatakan bahwa meningkatnya pembayaran utang menguras sumber daya yang terbatas dari negara-negara pengutang, mengurangi pengeluaran untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan prioritas iklim.
Selain itu, Malpass dan Menteri Keuangan China Liu Kun 'juga bertukar pandangan tentang transparansi utang, pelaporan dan rekonsiliasi, serta perbandingan perlakuan antara kreditur sektor bilateral dan swasta resmi dalam restrukturisasi", terang Bank Dunia.
Dia juga meminta Menteri Keuangan China untuk melakukan "kepemimpinan aktif" China dalam mengatasi utang yang tidak berkelanjutan dan mempercepat proses restrukturisasi utang Zambia yang sedang berlangsung.
Sebagai informasi, Malpass menghadiri pertemuan dengan pejabat China dan pejabat pemberi pinjaman negara itu di kota Huangshan, bersama dengan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva (IMF), dan para pemimpin lembaga internasional lainnya untuk membahas berbagai isu ekonomi makro.
Malpass sebelumnya sudah mengkonfirmasi kehadirannya dalam pertemuan itu di konferensi Reuters NEXT, di mana mengungkapkan bahwa negara-negara termiskin di dunia sekarang terbebani utang bilateral tahunan senilai USD 62 miliar (Rp 956,6 triliun), naik 35 persen dari tahun sebelumnya.
IMF juga memperkirakan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah akan membutuhkan dana hampir USD 500 miliar (Rp 7,7 kuadriliun) dalam pembiayaan eksternal hingga tahun 2026, dengan peningkatan kebutuhan sekitar USD 57 miliar selama tahun 2022 dan 2023 karena perang Rusia-Ukraina. (*)
BERITA TERKAIT
BukuWarung Yakin Tingkatkan Digitalisasi UMKM dengan 241 Roadshow
Sartini Melahirkan Bayi di Lereng Gunung Slamet
Patuhi Perintah Megawati, PDIP Kulonprogo Tanam Bibit Pohon dan Bersih Sungai
Soal Biaya Haji, Panja Komisi VIII DPR Akan Melakukan Monitoring ke Arab Saudi
Kabar Percobaan Penculikan Anak di Desa Tajug Karangmoncol Dipastikan Hoaks
Indonesia Pimpin Negara ASEAN Ciptakan Solusi Positif bagi Dunia
Rekomendasi Mobil Bekas Irit BBM Harga Rp 100 Juta-an
Dinilai Ganggu Masyarakat, Polda DIY Dapat Dukungan Razia Knalpot Blombongan
Jogja Banget! Ini Bocoran Riders Sheila on 7 yang 'Membahagiakan' Promotor
Muh Iqbal Terpilih Mahasiswa Berprestasi Manajemen Unimus 2023
Erik Ten Hag Puas Kinerja Brazil Connection Milik MU
Jonatan Christie Meraih Gelar Juara Tunggal Putra Indonesia Masters 2023
Gibran Senggol Kapolri Listyo Sigit Karena Bus PERSIS Solo Diserang
FK dan FKG Unimus Kolaborasi Laksanakan Program IPE
UAD Wisuda 'Blended' 1.452 Lulusan
Berkat Call Center Lapor Kapolres, Polisi Amankan Seorang Warga Depresi
722 Atlet Ikuti Sukoharjo Karate Open Championship
Pasutri Ditemukan Tewas Mengambang
Bersama Mbak Ita, Mahasiswa KKN UPGRIS Hijaukan Kelurahan
Akuntan Milenial Dominasi Pengurus IAI Jateng
PKS Jateng Gencarkan Sosialisasi dan Terima Bacaleg dari Luar Kader