Bersifat Multidimensi, Pengentasan Kemiskinan DIY Perlu Strategi ‘Cespleng’

Murti Lestari, Kurnia Febra, Eko Suwardi, Wawan Harmawan, Rudy Badrudin dan Bakti Wibawa. (Foto: Fira Nurfiani)
Krjogja.com - YOGYA - Kemiskinan DIY bersifat multidimensi, maka diperlukan berbagai upaya dan strategi yang ‘cespleng’ dalam pengentasannya. Strategi pengentasan kemiskinan tersebut harus tepat sasaran alias mengerucut pada target yang ingin dicapai dan tidak temporer. Dengan demikian DIY diharapkan dapat mengentaskan diri dari kemiskinan paling rendah di Pulau Jawa, minimal lebih baik dari beberapa provinsi lainnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budiharto Setyawan menyatakan masyarakat DIY tidak perlu berkecil hati akan status provinsi termiskin di P. Jawa. Sebab jika dilihat dari indeks yang lebih multidimensi seperti kesehatan, usia harapan hidup dan pendidikan, capaian DIY lebih baik daripada daerah lainnya.
“Jika dirata-rata, kita baik dan tidak buruk-buruk amat. Perlu adanya pendampingan karena kemiskinan ini terkait dengan perilaku dan sikap mental agar bisa memperbaiki kualitas ataupun kapabilitas dari sumber daya di DIY yang beberapa masyarakat penghasilannya sebenarnya tinggi,” ujarnya dalam Diskusi Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Yogyakarta, pada Selasa (31/1/2023).
Budiharto menyampaikan banyak dana-dana yang bisa dimanfaatkan untuk upaya pengentasan kemiskinan antara lain dana dari pemerintah pusat seperti dana desa, bantuan tunai/non tunai, dana keistimewaan hingga dana CSR. Dana-dana tersebut harus disalurkan secara terkoordinasi, sinergi dan tepat sasaran.
“Banyaknya perguruan tinggi di DIY pun bisa dimanfaatkan program KKN-nya maupun program pengabdian masyarakatnya yang dikirim kemana-mana ke seluruh Indonesia. Kenapa tidak diarahkan ke dalam DIY sendiri khususnya di kantong-kantong kemiskinan dengan KKN yang targeted,” tandasnya.
Statistisi Utama BPS DIY Sentot Bangun Widoyono mengatakan kemiskinan di DIY yang tinggi masih ada di daerah perdesaan. Konsep kemiskinan ini didekati dengan kebutuhan minimum. BPS akan merilis data registrasi sosial ekonomi dalam waktu dekat ini supaya bisa ditetapkan warga yang sangat miskin, miskin, mendekati miskin by name dan by address.
“Karena penanggulangan kemiskinan tergantung pada banyak hal. Kemiskinan itu multidimensional jadi tidak hanya single aspek yang harus ditangani karena bisa aspek ekonomi, aspek individu, aspek sosial dan aspek lingkungan. Proposal solusinya di DIY adalah pertanian bersama pariwisata melalui agrowisata. Aspek agrowisata ini perlu menjadi perhatian untuk ditingkatkan bersama-sama karena dampaknya tidak hanya kepada pelaku usaha tetapi masyarakat sekitarnya,” terangnya.
Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika UAJY Y. Sri Susilo menyebut metode pengukuran dengan fokus pengeluaran tersebut dimungkinkan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat DIY, khususnya yang tinggal di perdesaan. Beberapa tahun lalu, pernah ada pengukuran kemiskinan dengan metode kemiskinan multidimensional.
“Pengukuran tersebut memandang kemiskinan lebih holistik dan mendalam, yang mencakup permasalahan kesehatan, pendidikan, juga kualitas kehidupan.Sayangnya, pengukuran kemiskinan multidimensi setelah 2018, saya belum menemukan hasil perhitungannya saat ini,” tuturnya.
Direktur Utama PT Bank BPD DIY Santoso Rohmad mengatakan kemiskinan dan ketimpangan masih menjadi PR besar yang berpusat di kawasan Selatan. Hal itulah yang mendorong Bank BPD DIY ikut serta mengembangkan kawasan Selatan, terutama mengembangan level pedesaan atau Kalurahan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
“Kita pun memberikan kewenangan yang luas kepada cabang pembantu supaya mempermudah akses keuangan masyarakat hingga ke level agen. Kami juga diperintahkan memberikan bansos seumur hidup dengan rekening khusus bagi lansia yang miskin absolut Selain itu, Bank BPD memberikan stimulus pembiayaan seperti kredit PeDe, KUR dan berbagai kredit komersial lainnya,” paparnya.
Ketua Tim Ahli ISEI Edy Suandi Hamid justru mempertanyakan pertumbuhan ekonomi DIY meningkat tetapi justru penurunan kemiskinan lambat. Investasi banyak masuk tetapi tidak menyelesaikan isu utama permasalahan DIY. Artinya perlu dicermati tentang kualitas pertumbuhan ekonomi di DIY.
“Persentasa penduduk miskin di DIY yang terbanyak di P. Jawa itu sudah lebih 20 tahun, sekarang viral kembali. Saya kira dalam konteks kemiskinan ini, kita tidak perlu resah dan khawatir,” ucapnya.
Senada , Ketua ISEI Cabang DIY Eko Suwardi menilai ternyata pertumbuhan ekonomi belum tentu berkualitas. dimana multiplier effectnya ternyata tidak menyentuh kelompok miskin. Dirinya menyoroti sikap mental atau mental spirit internal dari penduduk itu sendiri, sehingga harus dibantu fan dampingi supaya bisa berjuang lepas dari kelompok miskin.
“Secara sosial, orang DIY itu mempunyai karakteristik tersendiri dan kental akan budaya maupun tradisinya. Bantuan- bantuan juga harus tepat sasaran, tepat tempatnya, tepat waktunya dan tepat bentuknya serta perlu adanya pendampingan,” tambah Perwakilan BRIN DIY Bakti Wibawa.
Wakil Ketua Umum Kadin DIY Wawan Harmawan mengaku pihaknya siap mendukung berbagai program pengentasan kemiskinan di DIY termasuk mendukung reformasi kalurahan. Program pengentasan kemiskinan ini harus digarap bersama-sama dengan data yang valid dari BPS maka bukan mustahil kemiskinan bisa ditekan.
“OJK masih menerapkan kebijakan stimulus bagi industri karya dan UMKM di DIY. Kami juga mempunyai program pemberdayaan masyarakat bersama perbankan antara lain kredit melawan rentenir, membangun literasi keuangan masyarakat desa melalui aliansi strategis pada 2023. Kami siap mendukung program-program pengentasan kemiskinan di DIY,” imbuh Kepala Pengawasan Bank OJK DIY Kurnia Febra.
Menurut Koordinator Bidang Riset ISEI Cabang DIY Murti Lestari , meskipun kemiskinan masih jadi PR tetapi DIY mempunyai sistem sosial yang baik sehingga terjadi anomali. Beberapa program pengentasan kemiskinan perlu dievaluasi apakah tepat sasaran. Kemiskinan multidimensi ini tidak bisa diatasi dengan one way programme.
“Yang perlu diperhatikan adalah program tersebut bisa mengangkat kelompok yang berada dibawah garis kemiskinan. Jika melihat kemiskinan multidimensional, ternyata tidak hanya melihat dari sisi moneter tetapi juga dari sisi kesehatan dan pendidikan. Selain itu, masyarakat rentan dan anak-anak juga perlu diperhatikan,” jelas Wakil Ketua ISEI Cabang DIY Rudy Badrudin. (Ira)
BERITA TERKAIT
Tiga Tahun Di-PHK Tanpa Pesangon, Buruh di Jogja Bawa Perusahaan ke Pengadilan
Dua Kakek dan Seorang Pemuda Bobol Rumah Kosong
Polisi Bekuk Tersangka Pembobol Kios Onderdil
OMG Yogyakarta Ajak Milenial Kreatif Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Dua Remaja Diserang Sekelompok Pemuda Bersenjata Celurit
Kolaborasi Bersama BRI, Desa Mengulungkidul Sabet Berbagai Penghargaan
Terbongkar! Material Bangunan Dicuri Karyawan Sendiri
Polisi Tak Tutup Kemungkinan Proses Kelompok Korban Pengeroyokan
Benarkah Tiko Aryawardhana Pacar Bunga Citra Lestari?
Cegah Aksi Klithih Meluas, Kapolda DIY Buat Kebijakan Ini
Mak Ganjar Percantik Taman Wisata Embung Blubuk
Awas! Penipuan Siber Berkedok Lapor SPT Pajak via Email Meluas
Hari Ini Penukaran Uang Baru Lebaran 2023 Dibuka
Sabung Ayam Jadi Ajang Perebutan Tahta Singasari
Mengharukan, Video Anak Pelukan Sama Ayahnya di Tahanan Viral di Medsos
Gunakan dengan Bijak, Awas Krisis Air Global
Mahfud MD Tantang Balik DPR RI Terkait Transaksi Rp 349 T
Konfrontasi Amerika - China Tinggal Menunggu Waktu
Begini Kata Tetangga tentang Dampak dari Ledakan Hebat Obat Petasan di Kaliangkrik
Kepala PPATK Bakal Dipolisikan Karena Bocorkan Hal Ini
THR Cair Lebih Cepat, Mudik Lancar