Ketika Gunung Merapi 'Batuk', Banyak Orang Ingat Mbah Maridjan

user
Danar W 12 Maret 2023, 23:10 WIB
untitled

Krjogja.com - MAS PANEWU SURAKSO HARGO atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan sudah tak asing bagi masyarakat Yogya dan Jawa Tengah sebagai juru kunci Gunung Merapi. Sebab, sosoknya melekat diingatan yang identik dengan peristiwa bencana alam Gunung Merapi pada 2006 dan 2010 silam. Mbah Maridjan dikenal sebagai Juru Kunci Gunung Merapi.

Sebagai juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan juga kerap memberikan petuah-petuah atau nasihat kepada masyarakat. Bahkan, Mbah Maridjan untuk sebagian masyarakat lebih mempercayainya, terutama dalam hal aktivitas Gunung Merapi.

Mbah Maridjan Lahir 5 Februari 1927, dan memiliki gelar bernama Mas Penewu Surakso Hargo. Dirinya diberi mandat sebagai juru kunci Gunung Merapi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX di tahun 1982.

Bukan tanpa alasan, karena ia seorang tokoh di tempat kelahirannya di kawasan lereng Merapi tepatnya Dukuh Kinahrejo, Cangkringan, Yogyakarta. Selain sebagai juru kunci, Mbah Maridjan juga aktif sebagai Wakil Rais Syuriah MWC Nahdlatul Ulama untuk wilayah Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

Dalam menjalankan peran sebagai juru kunci, Mbah Maridjan menggunakan kacamata naluriah dan kebiasaan niteni (mengamati) aktivitas Gunung Merapi. Oleh sebab itu, secara tidak langsung berkat kharismanya, Mbah Maridjan dianggap sebagai tokoh penting di mata masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi.

Mbah Maridjan pernah menghadapi erupsi Gunung Merapi yang besar di tahun 2006. Dirinya dapat menunjukan dapat menjadi juru kunci yang baik saat itu. Dari situ, namanya semakin dikenal masyarakat luas sebagai juru kunci yang memahami betul Gunung Merapi baik secara fisik maupun spiritual.

Namun, nasib buruk menimpa pada erupsi 2010. Saat itu, Mbah Maridjan bertentangan dengan BMKG, pemerintah daerah (Kraton) dan instruksi wakil presiden.

Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Wakil Presiden RI saat itu Jusuf Kalla, sudah menginstruksikan mengosongkan pemukiman di daerah lereng Merapi untuk mengungsi.

Mbah Maridjan menolak, bersama warga lainnya yang sudah terlanjur lebih percaya kepada juru kunci ketimbang pemerintahan.

Hingga kemudian, tim SAR menemukan jasad Mbah Maridjan bersama 15 orang lainnya pada 27 Oktober 2010. Jasadnya ditemukan di kamar mandi, dengan kondisi sedang sujud. Daerah pemukiman lereng tersebut terkena dampak dari awan panas hasil erupsi.(*)

Kredit

Bagikan