Puasa dan Kesabaran

user
danar 28 Mei 2018, 10:34 WIB
untitled

PUASA adalah salah satu 'ibadah tarbawiyyah (edukatif), yakni ibadah yang juga berfungsi sebagai sarana pembinaan dan pendidikan bagi orang-orang yang melaksanakannya. Ada banyak hikmah edukatif yang bisa didapatkan dari ibadah puasa ini. Salah satunya adalah kesabaran.

Ketika berpuasa, seseorang dituntut untuk mampu menahan diri dari makan, minum dan semua yang membatalkan. Kemampuan menahan diri ini atau kesabaran ini tentunya merupakan latihan baginya, yang diharapkan bisa diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari.

Sabar/kesabaran yang dalam bahasa Arab sabr secara bahasa berarti "kekuatan hati." Secara terminologis kata sabar didefinisikan oleh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi dalam kitabnya Maw'izat al-Mu'minin (hal. 321-326) dengan "sikap mempertahankan hal-hal yang mendorong diri seseorang untuk tetap berada dalam aturan agama (ba'is al-din) dan menghindari diri dari hal-hal yang bisa membangkitkan hawa nafsu (ba'is al-hawa)." Dia membagi sabar/kesabaran ke dalam tiga macam: (1) sabar atas ketaatan (al-sabr 'ala al-ta'ah), yakni tabah untuk tetap mentaati perintah Allah; (2) sabar untuk tidak melakukan atas kemaksiyatan (al-sabr 'an al-ma'siyah), dan (3) sabar ketika menerima musibah (al-sabr 'inda l-musibah).

Sabar atau tabah untuk selalu mentaati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya itu sangat penting, bahkan diharuskan. Sering sekali kita merasa malas untuk melaksanakan salat lima waktu, misalnya, atau melaksanakan kewajiban-kewajiban lain. Syaitan sering sekali menggoda agar kita tidak lagi tunduk dan taat pada perintah-perintah Allah dengan berbagai macam bentuk godaan, baik yang ringan maupun yang berat. Kita harus selalu tabah dalam menghadapi godaan-godaan itu dengan tetap melaksanakan perintah-perintah Allah SWT.

Kita juga harus bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan. Hawa nafsu sering sekali mendorong kita untuk melanggar aturan-aturan agama. Syaitan pun menggoda kita untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Dalam keadaan seperti ini, Islam mengajarkan agar kita mampu menahan diri agar tidak terjerumus dalam kenistaan. Allah berfirman dalam Q.S. al-Insan: 24: "Maka bersabarlah (untuk melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka."

Selain itu, kita juga diperintahkan untuk bersabar ketika mendapat musibah atau hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti kematian seseorang, kemiskinan, ketidaksuksesan dalam menempuh cita-cita tertentu atau disakiti oleh seseorang. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Baqarah: 155: "Sesungguhnya Kami akan menguji kamu sekalian dengan sesuatu dari rasa takut, rasa lapar, kehilangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar." Al-Qasimi menerangkan bahwa di antara ciri kesabaran atas musibah adalah bahwa seseorang tidak melakukan hal-hal yang menandakan ketidakrelaannya atas musibah tersebut, seperti menyobek-nyobek baju, meratap dan menampakkan kesedihan secara berlebihan dan lain-lain.

Meski demikian, kesedihan yang wajar diperbolehkan dalam Islam. Rasulullah SAW pun menangis ketika putranya, yakni Ibrahim, meninggal dunia. Terkait dengan sabar atas perilaku orang yang menyakiti, Allah mengajarkan dalam Q.S. al-Muzzammil: 10, sebagai berikut: "Bersabarlah (wahai Muhammad) atas apa yang mereka (orang-orang kafir) katakan dan tinggalkan mereka dengan baik!"

Apabila kita mampu bersabar, baik itu yang berhubungan dengan ketaatan, kemaksiatan maupun mushibah, Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda. Allah berfirman: "Sungguh Allah akan memberikan kepada orang-orang yang bersabar pahala mereka dengan apa yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan." Dalam ayat lain, Allah berfirman dalam Q.S. al-Zumar: 10: "Orang-orang yang bersabar akan diberi pahala tanpa perhitungan." (Dr Phil Sahiron Syamsuddin MA, Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga)

Kredit

Bagikan