Neuroanticorruption: Inovasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Berbasis Neurosains

Dr. Anom Wahyu Asmorojati, SH., MH.
PANDEMI COVID-19 belum selesai, tetapi korupsi semakin menjadi-jadi. Bahkan, ancaman hukuman mati, tidak membuat koruptor jera, melainkan justru semakin merajalela. Hal ini ditandai dengan merosotnya Indek Persepsi Korupsi Indonesia dari 40 pada tahun 2019 sebelum munculnya COVID-19 menjadi 37 di tahun 2020 ketika COVID melambung tinggi. Meskipun pada tahun 2021 IPK naik 1 point menjadi 38 (skala 100), namun upaya Indonesia bersih dari korupsi masih jauh dari harapan. Hingga saat ini negara paling bersih darikorupsi masih ditempati oleh Denmark, Finlandia dengan IPK 88.
Sedangkan Indonesia masih berada di urutan 96 dari 180 negara. Padahal, Indonesia adalah negara religius yang memiliki 6 agama resmi dan semuanya melarang korupsi. Dalam Islam korupsi merupakan dosa besar bahkan dalam buku Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhamamdiyah dinyatakan sebagai Syirik Akbar.
Perilaku koruptif yang semakin meningkat di tengah pandemi Covid 19 menunjukkan bahwa terpuruknya perekonomian akibat efek pandemi menjadi salah satu pemicu utamanya. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat kondisi masyarakat di masa pandemi Covid 19 secara umum cenderung menurun dibandingkan masa sebelum pandemi. Situasi tersebut diperparah dengan tertangkapnya beberapa menteri dan wakil menteri dalam kasus korupsi yang terjadi di massa pandemi menunjukkan bahwa situasi pandemi ini justru menjadi sebuah potensi tersendiri dalam terjadinya tindak pidana korupsi karena adanya bantuan sosial banyak disalah gunakan.
Pemberantasan korupsi tidak cukup dengan penagakan hukum secara represif semata, namun perlu didukung dengan upaya pencegahan secara preventif. Sejauh ini, upaya pencegahan masih bersifat tambal sulam salah satunya melalui Pendidikan, penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi antikorupsi. Namun, hingga saat ini upaya pencegahan korupsi belum memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya neurosains (ilmu yang mempelajari tentang otak). Dalam neurosains, otak koruptor hanya normal tetapi tidak sehat. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pencegahan korupsi yang mampu mendeteksi dan membedakan gelombang otak normal dan otak sehat. Alat ini dapat digunakan oleh aparatur pemerintah atau penyelenggara nagara untuk seleksi pejabat guna memastikan otak sehat tidak sekadar normal. Inilah pencegahan korupsi sejak dini berbasis neuurosains.
Dalam hal ini inovasi dari Tim Periset dari Universitas Ahmad Dahlan yang diketuai oleh Dr. Suyadi, M.Pd.I dan beranggotakan Anton Yudhana, Ph.D serta saya sendiri merancang reka-cipta teknologi pencitraan otak untuk mendeteksi gelombang otak perilaku koruptif yang disebut dengan istilah, “Neuro-Anticorruption.” Terdapat enam area otak yang disinyalir meregulasi perilakui koruptif, yakni kortek prefrontal, sistem limbik, ganglia basalis, girus cingulat, lobus temporalis, dan cerebellum (Pasiak, 2012). Alat yang merupakan luaran dari Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi Multitahun ini diproyeksikan dapat menangkap sinyal gelombang otak khususnya pada area-area tersebut sehingga dapat diketahui normal atau sdehat.
Dalam bidang Hukum Roscou Pound memiliki teori bahwa Hukum merupakan sarana perubahan dalam masyarakat (law as a tool of social enginering). Menurut hemat penulis upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi jauh lebih efektif dilakukan dibandingkan dengan penanggulangan. Alat ini dapat digunakan menjadi salah satu indikator untuk mengetahui gelombang otak calon penjabat yang akan duduk dalam jabatan tertentu dalam pemerintahan.Selama ini, tindakan pencegahan tindak pidana korupsi masih sangat minim dilakukan, mayoritas tindakan yang dilakukan adalah penanggulangan dimana perbuatan tindak pidana korupsi sudah terjadi dan diproses hukum. Hal tersebut membawa konsekwensi logis adanya stigma negatif dari masyarakat, kepercayaan masyarakat menjadi menurun terhadap pejabat publik apabila banyak pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Terlebih tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang sulit untuk dibuktikan karena termasuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Eddy O.S Hiariej dan Saldi Isra dalam bukunya menyebut ada 4 karakteristik korupsi sehingga tergolong kejahatan yang luar biasa, yaitu terorganisir,modus operandi yang sulit, berkaitan dengan nasib rakyat banyak dan berkaitan dengan kekuasaan. Oleh karena itu keberadaan alat neuroanticorruption sangat diharapkan mampu menjadi salah satu solusi pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia, karena jika korupsi dapat dicegah sedini mungkin, maka kesejahteraan rakyat Indonesia akan semakin baik dan fungsi hukum untuk menciptakan keadilan,kepastian dan kemanfaatan dapat terwujud.
Namun perlu disadari, kemungkinan pro dan kontra atas keberadaan alat ini dapat saja akan muncul. Semoga alat ini mendapatkan respon positif dari semua pihak sehingga membawa perubahan dalam pola pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. (Dr. Anom Wahyu Asmorojati, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum UAD / Sekretaris Prodi Magister Hukum UAD)
BERITA TERKAIT
Indonesia Berbagi Pengalaman Soal Mobilitas Tenaga Kerja
Kerajinan Kriya Jadi Identitas bangsa
25 Atlet SOIna Ditarget Raih 9 Medali Emas di SOWSG Berlin Jerman
Nenek Napen Jadi Pemilih Tertua di Banyumas
Kinerja Positf, AXA Mandiri Bayarkan Klaim Rp22 Triliun di Tahun 2022
Milenial Loyalis Ganjar Kembangkan Potensi Desa Wisata Grogol Sleman
Pedagang Meluber, Pasar Sentul Mulai Direvitalisasi
Dr Djoko Sutrisno Berikan Kuliah Umum di Universiti Malaysia Pahang
UUS Maybank Indonesia Ikut Ramaikan Pasar Repo
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Komunitas Kretek Adakan Kejuaraan Bulutangkis
SkorLife Raih Pendanaan Tahap Awal Senilai USD 4 Juta
Warriors Inline Club Yogya Juara Umum Piala Kadisporapar Jateng
Takut Ketahuan, Suyono Mutilasi Korban Jadi Enam Bagian
BMM Olah Daging Kurban Jadi Rendang Kaleng
Masyarakat Penghayat Kepercayaan Gelar Ruwatan Popo Sakkalir
Kajari Bantul Setorkan PNPB ke BRI Bantul
Lagi, Kakek Nekat Gantung Diri
Wacana Tiket Home PSS Naik, Ini Suara Hati Suporter
PKP3JH Siaga di Madinah dan Makkah untuk Bantu Jemaah
DPRD Klaten Minta Pendapatan Asli Daerah Ditingkatkan
Popok Bayi Ini Bantu Atasi Ruam Popok Akibat Perubahan Iklim Ekstrem