Ini Dia Akademisi dan Ilmuwan Muda yang Berpretasi

user
danar 06 Mei 2019, 20:30 WIB
untitled

JAKARTA, KRJOGJA.com - Imuwan sekaligus akademisi muda, pintar berprestasi. Itu ada di Ihsan Nurkomar, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Prestasi dosen satu ini tercatat luar biasa.

Karier Ihsan sebagai dosen mulai terbentuk saat menjalani program doktoral di Institut Pertanian Bogor. Waktu itu ia berusaha keras buat mewujudkan minatnya di bidang biologi untuk menjadi ilmuwan dan sekaligus akademisi.

Usahanya tak sia-sia, akhirnya pas umur 26 tahun Ihsan sudah berhasil jadi doktor.

Lain Ihsan lain Nono Agus Santoso yang gayanya anak gunung banget. Doktor teknik geofisika dengan spesifikasi bidang kemagnetan gunung api ini juga nggak percaya kalo bisa punya prestasi kayak sekarang ini. Selain udah pernah bikin beberapa publikasi bereputasi di jurnal internasional, mulai awal 2018 dia juga jadi dosen di Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung. Yang lebih menyenangkan buat dia ialah, hobi mendaki gunungnya bisa tersalurkan sambil melakukan riset maupun penelitian di alam bebas.

Selain jadi ilmuwan muda dengan umur di bawah 30 tahun  dan dosen bergelar doktor, ada satu kesamaan di antara mereka berdua. Ihsan dan Nono dulunya ikut Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

Program yang dibikin sama Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti (SDID), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mulai tahun 2013 ini ngasih beasiswa buat sarjana-sarjana berbakat buat langsung jadi doktor. Sampai sekarang, sudah puluhan peserta yang ikut dan berhasil lulus program PMDSU.

Mereka yang ikut program beasiswa percepatan S-2 dan S-3 ini cuma dikasih kesempatan 4 (empat) tahun buat lulus dan harus bikin paling nggak 2 buah publikasi hasil riset di Jurnal Internasional bereputasi. Tapi enaknya, para peserta PMDSU ini punya kesempatan buat kolaborasi sama para peneliti dunia.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Prof. Ali Ghufron Mukti menjelaskan, pendidikan tinggi maupun khususnya Program PMDSU merupakan ujung tombak, baik dalam mencetak pemuda-pemudi hebat maupun menghasilkan temuan atau inovasi tepat guna bagi masyarakat. Para peneiliti yang berasal dari generasi millennial pun diharapkan bisa melakukan riset yang menarik sesuai perkembangan zaman.

“PMDSU ini merupakan sebuah terobosan yang kami lakukan guna menyediakan SDM masa depan Indonesia yang berkualitas dengan cara membangun role model pendidik dan peneliti yang ideal,” ucap Dirjen Ghufron.

Selain bikin potensi pemuda jadi lebih terarah dan optimal, PMDSU juga punya tujuan untuk meningkatkan jumlah dosen muda di Indonesia. Terutama dari generasi millennial. Kalo dilihat dari data yang ada, jumlah dosen di Indonesia yang umurnya di bawah 30 tahun tuh cuma ada sekitar 25.000 orang dari total 300 ribu orang dosen. Sedikit banget kan, cuma ada 8,6 persen.

“PMDSU menjadi salah satu solusi karena mereka lulus Doktor di usia di bawah 30 tahun. Melalui program ini kita akan memiliki dosen yang muda, berenergi, selalu penasaran dengan perkembangan ilmu yang baru, terbiasa meneliti, namun mumpuni dalam mengajar,” jelas Dirjen Ghufron.

Perbedaan antara dosen yang lebih tua atau yang berasal dari generasi baby boomers dan generasi X dengan mahasiswa generasi milennial kadang jadi kendala dalam perkuliahan. Salah satu yang paling utama ialah masalah dalam kebiasaan di dalam dunia digital atau penggunaan perangkat-perangkatnya. Jadinya, biar bisa lebih nyambung sama mahasiswa kalo pas lagi kuliah, Indonesia butuh lebih banyak dosen generasi milenial. Lagian, siapa sih yang gak mau punya dosen muda dan asyik.(Ati)

Kredit

Bagikan