Menag: Jangan Teruskan Penolakan karena Berbeda

user
danar 18 Januari 2017, 12:10 WIB
untitled

JAKARTA (KRjogja.com) - Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, meminta sikap penolakan atas dasar perbedaan tidak lagi diteruskan. Sikap semacam ini dapat menjadi ancaman yang menjurus pada perpecahan.

" Saling penolakan di antara kita dengan alasan perbedaan kalau diteruskan, maka ancamannya sebagai sebuah bangsa kita akan terpecah belah dan semakin lemah," ujar Lukman, dikutip dari kemenag.go.id, Rabu (18/1/2017).

Lukman menyampaikan hal ini menyusul terjadinya penolakan kedatangan tokoh agama di Kalimantan Barat. Dia mengajak semua pihak saling menghormati perbedaan.

Lukman memberikan contoh kasus negara sebesar Uni Soviet yang hancur. Ini lantaran banyaknya perpecahan yang timbul pada rakyatnya.

"Uni Soviet sampai tahun 80-an adalah negara adidaya yang sangat kuat hampir dalam semua hal. Tidak ada yang membayangkan sebelumnya, kondisinya bisa seperti sekarang terpecah jadi beberapa negara karena tidak mampu menjaga persatuan," ucap Lukman.

Lukman mengatakan para pendiri bangsa Indonesia meninggalkan warisan yaitu nilai-nilai religius dengan ajaran Islam rahmatan lil alamin. Nilai-nilai tersebut telah membentuk Indonesia sebagai negara yang sangat religius.

Oleh karena itu, kata Lukman, menjadi kewajiban para penerus bangsa untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai tersebut agar lestari hingga generasi mendatang.

Selanjutnya, kata Lukman, bangsa ini tengah menghadapi tantangan berupa bagaimana merawat kebersamaan di tengah globalisasi yang menjadikan sekat dan batas wilayah tidak lagi kaku. Selain itu, pola kehidupan dan cara pandang masyarakat telah berubah dengan kehadiran era digital.

Jika dulu, menurut Lukman, orang banyak mendapat nilai agama dan kebajikan dari orangtua dan guru. Dari orangtua dan guru, seseorang akan mengerti dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana kebenaran dan keburukan, sehingga bisa memilah.

"Sekarang, anak cucu kita tidak lagi menjadikan orangtua dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi dan kebajikan. Mereka lebih banyak mendapatkan semua itu dari gadget dan ponsel. Ini lalu memengaruhi cara hidup kita semua," ucap Lukman.

Lebih lanjut, Lukman mengajak masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan teknologi, terutama dalam menyebarkan informasi. Dia mengimbau agar masyarakat dapat bijak dalam menilai informasi sebelum menyebarkannya.

"Kita harus menjadi orang yang mampu menilai apakah sebuah berita patut disebarkan atau tidak. Kalau kita tidak tahu apa manfaat menyebar berita itu, maka jangan disebar," kata Lukman.

"Kita berharap aura positif di tengah masyarakat kita itu yang lebih mewarnai, bukan saling memfitnah, mencaci maki, dan seterusnya," tutur Lukman. (*)

Kredit

Bagikan