Pemakai Terbanyak Layanan BPJS Kesehatan Adalah Peserta Bantuan Iuran

user
Danar W 14 Desember 2022, 23:51 WIB
untitled

Krjogja.com - JAKARTA - Pemakai terbanyak layanan BPJS Kesehatan adalah Peserta Bantuan Iuran (PBI). Demikian diungkapkan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, peluncuran Buku Statistik JKN 2016-2021 di Jakarta, Rabu (14/12/2022).

Oleh karena itu pihaknya menampik bahwa layanan BPJS kesehatan banyak dipakai oleh orang kaya. Data ini dianalisis dari total 95 juta data terbaru di BPJS Kesehatan selama satu tahun terakhir, yakni dari 2021-2022.

"Kami analisis 95 juta data, datanya berbunyi; satu, pemakaian yang terbesar itu oleh PBI. Jadi, kalau ada diskusi-diskusi (yang menyatakan) bahwa pihak lain bukan PBI yang memakai (layanan) terbanyak, itu salah," kata Ali Ghufron Mukti.

Mereka yang masuk PBI mencapai 31,93 juta dalam setahun terakhir, dengan total biaya yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 27 triliun.

Sementara itu, Pekerja Penerima Upah (PPU) sebesar 28,36 juta kasus dengan total biaya Rp 24,1 triliun. Sedangkan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) sebesar 26,24 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp 20 triliun.

"Kemudian, (peserta) bukan pekerja kasusnya 8 juta dengan biaya Rp 5 triliun," ujar Ali Ghufron.

Lebih lanjut, Ali Ghufron mengungkapkan, penyakit dengan kasus terbanyak yang di-cover oleh BPJS Kesehatan adalah jantung. Penyakit jantung ini juga banyak diderita oleh PBI yang ditanggung BPJS.

"Siapa yang penyakit jantung (di-cover) paling banyak? Ternyata adalah PBI. Jadi negara sudah on the right track. Jadi, BPJS yang sudah bisa dirasakan untuk tidak perlu diubah secara fundamental, tapi diperbaiki," katanya.

Ali Ghufron mengungkapkan, kasus penyakit jantung yang diderita PBI mencapai 4.285.518 kasus dengan total biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 3,26 triliun.

Lalu, penyakit jantung yang diderita oleh PBPU mencapai 4 juta kasus dengan biaya Rp 2,91 triliun. Untuk PPU/BU (Badan Usaha), kasusnya 1 juta lebih dengan biaya Rp 981 miliar, dan PBU/PN (Pegawai Negeri) mencapai 1.893.620 kasus dengan biaya Rp 1,5 triliun.

"Belum pernah keluar data ini, karena baru kami analisis dan kita keterbukaan tidak saja data statistik ini, tapi juga kita berikan akses untuk data sampel," ujarnya. (Ati)

Kredit

Bagikan