IMF: Masih Rentan Krisis, Ekonomi Global Tak Seburuk yang Diramal

user
Danar W 24 Januari 2023, 09:30 WIB
untitled

Krjogja.com - DAVOS - Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva kembali mengingatkan bahwa perekonomian dunia masih berada di titik sulit, meskipun ada optimisme di antara para ekonom dan bisnis dengan melambatnya inflasi.

Hal itu disampaikan Georgieva saat menghadiri panel di World Economic Forum di Davos, Swiss pada Jumat (20/1/2023).

Melansir CNN Business, Senin (23/1/2023) Georgieva mengakui bahwa kondisi ekonomi dunia sudah tidak seburuk dari yang dikhawatirkan beberapa bulan lalu, tetapi mengingatkan masih adanya risiko krisis lanjutan.

Dia mengatakan, dampak dari kenaikan suku bunga oleh negara ekonomi terbesar dunia belum menekan, dan dapat meningkatkan pengangguran - situasi yang sulit ditanggapi oleh pemerintah yang kekurangan dana untuk ditanggapi secara memadai.

"Situasinya bisa sangat berbeda bagi konsumen yang mengalami (krisis) biaya hidup dan lapangan pekerjaan, daripada yang sudah mengalami (krisis) biaya hidup dan tidak memiliki pekerjaan," katanya.

Seperti diketahui, bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve masih berfokus untuk mencapai target inflasinya di 2 persen.

Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde pun menyatakan bahwa pihanya akan tetap esuai rencana dalam menaikkan biaya pinjaman untuk menurunkan inflasi ke target 2 persen bank sentral.

Selain itu, baik kepala IMF maupun ECB juga memperingatkan bahwa dibukanya kembali kegiatan ekonomi China setelah kebijakan nol-Covid-19 akan mendorong harga komoditas, termasuk minyak dan gas alam, karena permintaan diprediksi meningkat akhir tahun ini.

Jumlah LNG (gas alam cair) yang akan (China) beli dari seluruh dunia akan lebih tinggi dari yang kita lihat… akan ada lebih banyak tekanan inflasi yang muncul dari permintaan tambahan pada komoditas, dan khususnya energi, bebr Lagarde.

Hal itu dikhawatirkan bisa membebani pertumbuhan global, yang diperkirakan IMF pada Oktober 2022 akan merosot menjadi 2,7 persen tahun ini.

IMF juga menyebut, kerugian fragmentasi dapat mencapai 8-12 persen di beberapa negara, jika teknologi juga dipisahkan.

Dikutip dari Channel News Asia, Senin (16/1/2023), Badan itu mengungkapkan, bahkan fragmentasi yang terbatas dapat memangkas 0,2 persen dari PDB global, tetapi diperlukan lebih banyak upaya untuk menilai perkiraan biaya sistem moneter internasional dan jaring pengaman keuangan global (GFSN).

Selain itu, arus barang dan modal global juga telah mendatar setelah krisis keuangan global pada tahun 2008-2009, dan lonjakan pembatasan perdagangan yang terlihat di tahun-tahun berikutnya.

"Pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina semakin menguji hubungan internasional dan meningkatkan skeptisisme tentang manfaat globalisasi," tulis laporan IMF.

IMF melihat bahwa memperdalam hubungan perdagangan telah menghasilkan pengurangan besar dalam kemiskinan global selama bertahun-tahun, sekaligus menguntungkan konsumen berpenghasilan rendah di negara maju melalui harga yang lebih rendah.

"(Pengurangan hubungan perdagangan) akan berdampak paling buruk bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan konsumen yang kurang mampu di ekonomi maju," katanya.

Berkurangnya arus modal juga berisiko mengurangi investasi asing secara langsung, sementara penurunan kerjasama internasional akan menimbulkan risiko terhadap penyediaan barang publik global yang vital.(*)

Kredit

Bagikan