KPK Minta Kepala Daerah Tidak Korupsi, Apa Kata Sultan?

user
Primaswolo Sudjono 24 Maret 2023, 09:59 WIB
untitled

Krjogja.com - JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri meminta Kepala Daerah untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa, dengan bebas dari korupsi. Untuk itu, ia mengajak seluruh pihak yang mengemban amanah jabatan untuk tidak melakukan korupsi.

"Kepala daerah memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan negara, tentu dengan cara keadilan. Kepala daerah wajib berperan dalam menjamin stabilitas politik dan keamanan, menjamin keselamatan masyarakat dari segala gangguan, menjamin kepastian dan kemudahan investasi, melaksanakan dan menjamin keberlangsungan program pembangunan nasional, serta mewujudkan aparatur yang bebas dari KKN," papar Firli Bahuri dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Kementerian /Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator MCP Tahun 2023 di Hotel Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta Selasa (21/3).

Dalam kegiatan itu dilakukan penandatanganan Pakta Kerja Sama Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daeran antara KPK RI, Kemendagri RI dan BPKP RI. Selain itu juga diadakan peluncuran indikator dan sub-indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) 2023 dan pembacaan komitmen anti korupsi kepala daerah yang dipimpin oleh Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di sela acara tersebut mengharapkan pencegahan korupsi tidak hanya didialogkan saja, tapi kebijakan anti korupsi harus betul-betul teraplikasikan dengan baik. Untuk itu sistem pengaplikasian kebijakan anti korupsi harus memadai dan bisa mencakup banyak hal.

"Kalau menyangkut aspek barang dan jasa, biasanya pemerintah daerah akhirnya membangun sistem. Tapi sistemnya itu apa standar atau tergantung cara berpikir sendiri-sendiri atau kelompok. Ini kan bisa jadi masalah. Hal itu yang mestinya harus bisa dibenahi,"kata Gubernur DIY.

Sultan mengungkapkan, dalam membangun sistemnya masing-masing, kepala daerah mempunyai rambu-rambu penentu harga barang dan jasa antara yang tertinggi dan yang terendah. Karena jika pola penentu sistem harga tidak sama, maka hasil pelaksanaannya juga akan berbeda.Hal-hal seperti itu yang perlu sebetulnya ada dalam satu sistem yang bisa dibangun.

"Tapi jangan sampai nantinya muncul asumsi yang dasarnya hanya perkiraan saja. Hanya karena sana lebih murah, sini lebih mahal, langsung diasumsikan korupsi, mark up,"ungkap Sultan.

Sultan berharap, tiap pemerintah daerah masih memiliki wewenang untuk membangun sistem penentu harga barang dan jasa. Namun pola penentunya diharapkan ada untuk dijadikan pedoman. Sehingga meskipun terdapat perbedaan harga, mekanisme yang dijalankan tidak melanggar aturan, dan mampu mencegah tindak korupsi terjadi. (Ria)

Kredit

Bagikan