Klaim Bebas BPA Kemasan Non Polikarbonat, Berpotensi Bahayakan Konsumen

user
Ary B Prass 28 Maret 2023, 20:57 WIB
untitled

Krjogja.com - JAKARTA - Klaim atau pelabelan 'BPA free' terhadap kemasan yang sama sekali tidak menggunakan BPA dalam pembuatan kemasannya berpotensi lebih membahayakan publik atau konsumen. Selain itu, klaim tersebut juga terkesan mendiskreditkan produk-produk pangan yang menggunakan kemasan yang mengandung BPA.

Hal itu mengemuka dalam acara diskusi media dengan tema 'Perlu Tidaknya Peringatan Zat Kimia Berbahaya di Kemasan Pangan Dicantumkan Pada Label' yang diadakan Orbit Indonesia,‎‎

Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma mengatakan, Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan sebenarnya sudah jelas, produk-produk yang secara alami tidak mengandung suatu bahan, tidak boleh mengklaim free dari bahan yang tidak dikandungnya itu.

"Misalnya soal klaim minyak goreng non kolesterol. Ini tidak boleh karena minyak goreng itu pada dasarnya kan memang tidak mengandung kolesterol,"kata ‎Nugraha Edhi Suyatma dalam keterangan persnya, Selasa (28/3/2023).

Menurut Nugraha, hal serupa juga tidak boleh dilakukan oleh produk kemasan galon sekali pakai yang berbahan PET yang mengklaim kemasannya bebas BPA.
Karena secara alami kemasan PET memang tidak menggunakan BPA.

"Mestinya tidak boleh pakai klaim free BPA. Jika itu diizinkan, berarti kan ada dua hal yang akan bertabrakan di Peraturan BPOM yang akan direvisi itu nantinya," tuturnya.‎

Sebagai ahli pangan, Nugraha justru melihat air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan bahan plastik selain polikarbonat dan melabelinya dengan bebas BPA, itu sangat beresiko dan berpotensi lebih membahayakan publik.

Karena, kalau semua plastik boleh mencantumkan free BPA, masyarakat jadi tidak mengetahui bahwa pada kemasan itu juga ada zat-zat kimia yang lebih beresiko terhadap kesehatan dibandingkan BPA. Seperti PVC, PS, PET dan melamin. Padahal itu semuanya juga mengandung senyawa berbahaya.

Nugraha mengungkapkan, PET yang sebenarnya sudah populer dengan kandungan EG atau etilen glikol dan DEG atau dietilen glikolnya disinyalir bisa menyebabkan gagal ginjal dan ginjal akut.

Selain itu juga ada asetaldehida yang terbentuk saat reaksi proses pembuatan pencetakan film atau kemasan, juga bisa menyebabkan karsinogenik. Ada juga antimon trioksida yang sifatnya bisa karsinogen. Selain itu Phthalate yang toksik pada sistem reproduksi dan endokrin atau hormonal.

Sementara itu Peneliti Bisnis dan HAM Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (UII) Sahid Hadi menjelaskan, adanya kesan unsur persaingan usaha terhadap pelabelan free BPA pada kemasan yang tidak mengandung BPA seperti galon sekali pakai yang berbahan PET.

Pelabelan seperti itu terkesan tidak adil dan sangat menjatuhkan kemasan produk-produk pangan yang mengandung BPA seperti kemasan galon guna ulang. ‎Padahal, seharusnya tugas negara yang paling utama adalah untuk memastikan agar usaha air minum dalam kemasan galon itu tidak mengganggu kesehatan.

"AMDK galon itu tidak hanya yang galon sekali pakai tapi juga guna ulang yang semua harus diperlakukan secara adil. Jika telah mengetahui bahwa ada banyak macam AMDK galon, negara harus memastikan agar semua jenis kemasan galon itu tidak boleh mengganggu kesehatan. Seluruh AMDK galon itu harus diidentifikasi tingkat keberbahayaannya pada kesehatan publik. Jadi, bukan hanya berfokus pada galon guna ulang saja,"ucapnya.

Sedangkan Ketua Badan Pengawas Periklanan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP-P3I) Susilo Dwi Hatmanto, lebih menyoroti masalah etika dalam beriklan. Menurutnya, dalam etika iklan itu ada yang namanya asas, dimana iklan dan pelaku periklanan itu harus bersikap jujur, benar dan bertanggung jawab.

"Iklan produk itu seharusnya jujur, benar, dan bertanggung jawab. Jangan sampai dimain-mainkan atau ada yang disembunyikan," tukasnya. ‎(Ria)

Kredit

Bagikan