• Minggu, 24 September 2023

Ogah Pola Tanam, Petani Karanganyar Pilih Mutilasi Rumpun

- Jumat, 10 Februari 2023 | 12:21 WIB
Petani Jaten menunjukkan rumpun bekas serangan padi KB atau kerdil rumput. (Foto:Abdul Alim)
Petani Jaten menunjukkan rumpun bekas serangan padi KB atau kerdil rumput. (Foto:Abdul Alim)

Krjogja.com - KARANGANYAR - Petani di wilayah Kecamatan Jaten cenderung memutilasi rumpun padi, alih-alih menerapkan pola tanan non padi-pari-pantun untuk menanggulangi serangan kerdil rumput pada tanamannya. Padahal cara itu kurang efektif.


“Rumpun padi yang sudah kena kerdil rumput atau padi KB sudah tidak bisa diselamatkan. Muncul bunga tak sempurna dan enggak bisa berbuah. Langsung dicabut lalu diganti dengan bibit baru dengan mengambil dari rumpun yang sehat,” ujar Marjo (60) petasi asal Desa Suruhkalang, Jaten kepada wartawan, Jumat (10/02/2023).


Serangan padi KB membuatnya gagal panen sepanjang tahun 2022. Di 3.000 meter persegi lahan sawahnya, hanya mampu menghasilkan 700 kilogram gabah dari seharusnya 2 ton tiap panen. Di musim tanam kali ini, ia memilih cara mutilasi rumpun daripada mengganti pola tanam non padi.


“Saya spekulasi saja semoga hasilnya bagus dengan cara cabut rumpun kerdil dan mengganti dengan benih baru. Sudah biasa tanam padi, belum bisa beralih ke lainnya,” katanya.


Pemakaian pupuk kimia pada tanaman diyakininya bukan pemicu utama. Melainkan terlalu banyak air. Ia juga mengeluhkan serangan tikus yang memperparah kondisi tersebut.


Ketua Gapoktan Kecamatan Jaten, Heri Susanto mengatakan serangan kerdil rumput atau kerap disebut pari KB membuat 80 persen gagal panen di wilayahnya pada tahun lalu. Terutama di Desa Jati, Jaten dan sebagian Desa Dagen dan Suruhkalang.


“Empat kali musim tanam di tahun 2022 banyak gagal panen. 80 persen gagal, serangan virus kerdil rumput,” katanya.


Guna mencegah gagal panen akibat virus itu pada musim tanam kali ini, petani diminta mengenali ciri-ciri rumpun yang terinveksi. Biasanya, ciri-cirinya tak terlihat di awal tanam. Namun mulai kentara pada usia tanam 40-50 hari. Yakni tanaman tidak berkembang bagus, daun kaku, akar yang seharusnya berwarna merah berubah putih, kering dan kaku.


Heri menyarankan para petani mengubah pola tanam dan beralih ke metode organik. Gerakan memperbaiki kondisi tanah juga harus massal.  


“Tanahnya jenuh karena pola tanamnya enggak diterapkan. Cenderung asam akibat pupuk kimia. Kondisi tanah semacam ini bisa merangsang daur hidup wereng hijau. Kalau hanya parsial gerakannya, tidak akan efektif,” katanya.


Ia mengatakan kemunculan kerdil rumput merupakan akumulasi problem tanah yang jenuh dan terkontaminasi zat kimia. “Efeknya baru dirasakan sekarang. Mari beralih ke cara organik dan memakai pola tanam,” katanya. (Lim)

Editor: Ivan Aditya

Tags

Terkini

Muhammadiyah Modifikasi Dakwah Sambut Era Digital 

Minggu, 24 September 2023 | 13:21 WIB

Kaesang Resmi Masuk PSI

Sabtu, 23 September 2023 | 15:56 WIB

Pembuat Arang Picu Kebakaran Bukit Gombel Gunung Lawu

Sabtu, 23 September 2023 | 14:55 WIB

Sukoharjo Miliki 13 Embung Jaminan Air Pertanian

Kamis, 21 September 2023 | 14:11 WIB

Awas Diretas, OPD Pengelola Informasi Amankan Data 

Rabu, 20 September 2023 | 13:55 WIB

420 Pemuda Pemudi Ikuti Jambore Jateng 2023

Selasa, 19 September 2023 | 07:30 WIB
X