Krjogja.com - KARANGANYAR - Kantor BPN/ATR Kabupaten Karanganyar menduga mafia tanah berkeliaran membuat kisruh kepemilikan aset. Perkara yang mencuat di bidang tanah di Kelurahan Delingan Karanganyar Kota diduga ulah oknum eks pegawai di kantor BPN Karanganyar.
Kepala Kantor ATR/BPN Aris Munanto mengatakan pernah ada pengajuan sertifikat di bidang tanah di Jrakah, Delingan pada 2019. Pemohon menginginkan bidang tanah itu dilegalkan atas namanya dengan didasari status tanah letter C. Oleh BPN, tim kemudian menelusuri di lokasi dan dokumen pertanahan. Ternyata, bidang tanah tersebut memiliki sertifikat resmi.
“Atas dasar itulah permohonan sertifikat atas bidang tanah di Delingan kami tolak. Sebab sudah ada sertifikat dan jelas kepemilikannya,” kata Aris, Sabtu (03/12/2022).
Belakangan diketahui, terjadi sengketa tanah pada 2021. Konglomerat asal Solo diduga menyerobot lahan di Jrakah Delingan. Lahan itu seluas 8 hektare dengan tiga pemilik. Lahan itu dibuldoser kemudian dibuat kebun durian dan jambu. Seorang pemilik lahan yang merupakan pensiunan ASN Kabupaten Karanganyar, Utomo Sidi Hidayat merasa kaget.
Melalui putranya, Hendrawan Sri Utomo, ia meminta lahannya dikembalikan seperti semula atau dibeli saja oleh konglomerat itu. Namun berbagai upaya mediasi gagal. Ia kemudian melaporkan kasus dugaan mafia tanah dan penyerobotan lahan ke Polres Karanganyar pada 2021. Kini, warga yang menyewa tanah Utomo untuk ladang tebu memprotes aksi penyerobotan lahan. Mereka mengaku kehilangan mata pencahariannya.
Lebih lanjut Aris mengatakan, sengketa tanah di Delingan bukan ranahnya untuk menangani. Lahan tersebut sudah jelas kepemilikannya. Jika terjadi sengketa, ia mempersilakan pihak-pihak terkait mencari keadilan di pengadilan.
“Belum ada izin blokir dari pihak yang memiliki hubungan hukum dengan legalitas tanah. Kami juga tidak berwenang untuk jual beli. Silakan mencari keadilan di pengadilan,” katanya.
Santer beredar oknum kantor BPN pada masa sengketa, memicu perkara itu. Saat ini, oknum tersebut sudah pensiun. Mengenai hal itu, Aris menyebut oknum itu tidak ada sangkut pautnya dengan institusi BPN. Ulahnya harus dipertanggungjawabkan secara pribadi dan bukan secara institusi. “Yang ikut jual beli itu dia. Seorang staf BPN. Sekarang sudah pensiun,” katanya.
Ia menyarankan aktivitas jual beli tanah ditangani mandiri dan tidak menggunakan jasa makelar apalagi calo. Ada baiknya calon pembeli memastikan sertifikat tanah yang akan dibeli sah dan meminta BPN membantu pengukurannya agar tepat sesuai dokumen.
“Jangan percaya siapapun soal jual beli tanah. Ketemu pemiliknya langsung. Cek di BPN apakah dokumen asli dan ukurannya tepat. Memang paling rawan tanah letter C (sasaran mafia tanah),” katanya. (Lim)