YOGYA, KRJOGJA.com - Pasar industri pertekstilan DIY di dalam negeri atau domestik justru tengah mengalami kelesuaN dibandingkan pasar di luar negeri alias ekspor di tengah pandemi Covid-19. Melihat kondisi tersebut, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY berharap agar pemerintah menutup keran impor produk-produk tekstil dan semua kebijakan atau aturan bisa memudahkan usaha serta lebih concern lingkungan.
Ketua Badan Pengurus Provinsi (BPP) API DIY DIY Iwan Susanto mengatakan industri pertekstilan di DIY tidak luput terdampak pandemi Covid-19. Akibat pandemi ini, terjadi supply chain atau rantai pasokan yang kacau dengan problematika utama pada transportasi dengan mahalnya harga sewa kontainer dan salah satu bahan baku material yang dibutuhkan industri tekstil mengalami lonjakan harga luar biasa hingga 80 persen.
"Tentunya dengan daya beli konsumen yang masih seperti ini terutama jenis bahan seperti katun yang mengandalkan pariwisata, sekolah, hajatan dan haji sudah parah sekali kondisinya. Dengan kenaikan bahan baku membuat industri tekstil semakin sulit bergerak, karena yang terjadi setelah itu adalah kekosongan barang jadi mau tidak mau terjadi penyesuaian barang," ujarnya di Yogyakarta, Jumat (18/06/2021).
Iwan menyatakan setidaknya industri pertekstilan DIY sudah mulai bergerak saat ini khususnya pasar luar negeri. Namun, pihaknya sangat mengkhawatirkan lonjakan kasus Covid-19 karena industri tekstil di DIY sudah mulai merangkak lagi usai Lebaran 2021. Pergerakan ini dirasakan industri garmen yang mulai pulih menggantikan order pasar Vietnam.
"Sayangnya pasar lokal industri tekstil yang juga mulai tumbuh terganjal dengan lonjakan kasus Covid-19. Untuk itu, kami ingin agar pekerja-pekerja di dunia industri segera di vaksin karena kami khawatir terjadi klaster di industri pertekstilan nantinya. Jadi kami harus menyelamatkan perusahaan dari terjadinya klaster Covid-19 dengan vaksinasi," jelasnya.
API DIY berharap tidak terjadi lagi pengetatan atau lockdown di DIY karena hal ini akan sangat memukul industri pertekstilan di DIY. Setidaknya 25-an perusahaan tekstil skala menengah dan sebagian besar adalah UMKM batik tradisional maupun perancang busana telah bergabung menjadi anggota API DIY saat ini.
Ekspor komoditas tekstil di DIY sendiri sudah nampak pulih sejak awal pandemi tahun lalu, berbanding terbalik dengan pasar lokal. Negara tujuan ekspor komoditi tekstil DIY yaitu Amerika dan Eropa.
"Pasar lokal kita digempur oleh produk impor karena semua perusahaan tekstil mencari lahan baru untuk menjual produknya. Sehingga kita berharap ada keberpihakan dari pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri tekstil di tanah air karena semuanya butuh market. Jangan kita malah digempur produk impor, inilah yang harus kita proteksi," tandas Iwan. (Ira)