YOGYA, KRJOGJA.com - Pelaksanaan kuliah atau pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 harus mengedepankan protokol kesehatan. Guna mewujudkan hal itu, kampus harus memiliki gugus tugas untuk memastikan pelaksanaan protokol kesehatan dilakukan dengan baik. Satuan tugas gugus tugas harus betul-betul mengontrol secara periodik. Jika pelaksanaan protokol kesehatan tidak efektif dikhawatirkan terjadi penularan dan berpotensi menjadi klaster baru.
"Bagi perguruan tinggi (PT) yang melakukan kuliah tatap muka harus ada gugus tugas yang efektif dan ada semacam sistem pengendalian. Semua diperlukan untuk memudahkan langkah-langkah untuk mencegah penularan Covid-19 di kampus. Selain itu untuk memastikan kampus itu steril. Juga harus dilakukan pemetaan, apakah dosen yang akan mengajar itu negatif dari Covid-19. Misalnya dengan melakukan swab atau skrining. Begitu pula dengan mahasiswa yang datang dari berbagai daerah," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY, dr Joko Murdianto SpA MPH dalam ruang Editorial KR bersama Redaktur Pelaksana Primaswolo Sudjono melalui bincang digital channel You Tube Kedaulatan Rakyat TV, Senin (14/9).
Joko mengungkapkan, pendidikan dan pariwisata menjadi sektor penting yang mendukung perekonomian di DIY. Kendati demikian dalam masa pandemi Covid-19 seperti sekarang kesehatan menjadi panglima utamanya. Apabila kesehatan sudah bisa ditanggani dengan baik, nanti ekonomi akan mengikuti. Jadi dalam kondisi seperti sekarang kesehatan harus jadi prioritas dan fokus penangganan. Salah satu caranya dengan penegakan protokol kesehatan di setiap aktivitas atau kegiatan masyarakat. Pasalnya meski sebetulnya Covid-19 tidak seganas SARS atau MERS, tapi daya sebarnya luar biasa cepat dan di Indonesia sudah terjadi mutasi gen.
"Bagi kampus yang ingin melakukan kuliah tatap muka, alangkah baiknya jika mereka memberi tahu ke masyarakat di lingkungan sekitarnya. Dengan begitu mereka (masyarakat) tidak akan merasa khawatir jangan sampai ada persepsi bahwa kampus akan menjadi sumber penularan atau klaster baru. Karena bagaimanapun warga kampus ada yang kos di rumah warga," terangnya.
Anggota Komisi X DPR RI My Esti Wijayanti yang juga hadir dalam bincang digital tersebut mengemukakan perguruan tinggi (PT) yang memutuskan untuk melakukan kuliah tatap muka harus diimbangi dengan ketegasan sikap untuk melakukan protokol kesehatan secara benar. Apabila protokol kesehatan belum bisa dilaksanakan dengan baik, sebaiknya PT tersebut tidak perlu memaksakan diri. Pasalnya konsekuensi dari adanya kuliah tatap muka, harus dipastikan protokol kesehatannya benar-benar ditegakkan.
"Sebelum ada kuliah tatap muka protokol kesehatan harus pastikan dulu. Karena saya khawatir kalau hal itu tidak dilaksanakan justru bisa menimbulkan persoalan baru. Kalau kedisiplinannya sudah lebih dari 90 persen maka kegiatan itu baru bisa dilakukan. Penegakan protokol kesehatan disini tidak hanya saat di kampus tapi juga di rumah atau tempat kos," tegas politisi dari PDIP tersebut.
Terpisah, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan Pemda DIY tidak melarang seandainya ada kampus mengadakan perkuliahan tatap muka. Konsekuensi dari itu selain memastikan penegakan protokol kesehatan bisa dilakukan baik, setiap kampus diminta menggunakan aplikasi Jogja Pass. Dengan adanya aplikasi tersebut maka seandainya ditemukan ada kasus positif Covid-19 lebih mudah dilakukan tracing. Data mahasiswa bisa langsung terhubung dengan database Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY.
"Bagi kampus yang ingin buka atau melakukan kuliah tatap muka silahkan saja. Tapi kita minta supaya data-data mahasiswa masuk Jogja Pass, sehingga kalau ada yang positif kami bisa mudah melakukan tracing," kata Gubernur DIY, Sri Sultan HB X saat dimintai tanggapan soal kampus yang mulai melakukan kuliah tatap muka di Bangsal Kepatihan, Senin (14/9).
Sultan mengungkapkan, pembukaan kampus sebetulnya tidak jauh berbeda dengan aktivitas pariwisata. Mengingat keduanya sama-sama mendatangkan orang dari luar DIY. Seperti dari Jakarta, Surabaya serta beberapa daerah lain di Indonesia. Jadi Pemda DIY tidak bisa hanya mengutamakan masalah kesehatan dalam penanganan Covid-19. Namun juga perekonomian warga, termasuk dunia pendidikan pun perlu dipikirkan. Karenanya perlu ada keseimbangan dalam menghadapi pandemi yang saat ini terjadi.
"Pembukaan kuliah ini seperti hanya sektor pariwisata jadi tidak hanya berasal dari orang DIY. Kalau mereka tidak terdaftar di Jogja Pass bagaimana kita mau melakukan tracing. Karena yang terpenting adalah seadainya terjadi kasus bisa dilakukan tracing," ujar Sultan.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, K Baskara Aji, mengatakan kampus boleh membuka perkuliahan tatap muka. Kendati demikian ia juga meminta perkuliahan tersebut tidak boleh dilakukan serentak, sebaliknya harus dilakukan bertahap. (Ria/Ira)
[embed]https://youtu.be/DfIZxqbLlus[/embed]