Desa Basis Keistimewaan Jadi Vitamin Kembangkan Potensi DIY

- Selasa, 1 September 2020 | 21:19 WIB
Arie Sujito
Arie Sujito





YOGYA, KRJOGJA.com - Pernyataan Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang menyebutkan desa sebagai basis keistimewaan DIY merupakan tantangan sekaligus vitamin bagi desa-desa di wilayah DIY yang mempunyai potensi sangat dahsyat untuk menggerakkan perekonomian dengan motor pariwisata dan budaya dari desa-desa DIY.

"Banyak contohnya desa-desa di Bantul, Gunungkidul, Sleman, Kulonprogo juga Yogya mengangkat potensi wilayahnya, dengan kreatif, menjadi desa wisata dan lainnya," ungkap Sosiolog UGM Dr Arie Sujito dalam Editorial bincang-bincang dengan Jurnalis KR Primaswolo Sudjono yang disiarkan di YouTube Kedaulatan Rakyat  Selasa (1/9).

Di desa-desa wilayah DIY, kontur tanah, tata ruang perlu dieksplorasi karena potensinya bagus-bagus "Harus nyambung antara perencana, pelaku pembangunan di masyarakat. Kita juga punya tradisi yang banyak seperti merti desa, kenduri dan lainnya bisa jadi paket wisata dan lebih jauh lagi menjadi kerangka kebudayaan yang sejalan dengan kerukunan antar warga dan toleransi," ucap Arie.

Sedang dari sisi tantangan di Yogya atau Nasional, lanjut Arie, subyek pembangunan harus bergeser. "Dulu pemerintah sekarang rakyat, keistimewaan dibaca sebagai penghargaan pada rakyat di Yogya, ditandai komitmen pemerintah daerah (DIY) untuk memberikan bobot dan fokus desa sebagai basis," terang

Arie menyebutkan kebijakan desa sebagai basis keistimewaan relevan karena sesuai UU Desa No 6/2014 dan harus nyambung dengan konsensus nasional, desa dengan DIY dan DIY dengan Nasional. Sesuai kebijakan Presiden Jokowi yang menginginkan desa sebagai nadi kekuatan ekonomi, sosial, budaya. "Desa sebagai basis harus lebih difasilitasi dan diberi kesempatan, berperan aktif dan mengkreasikan, indikasi Yogya maju tidak lagi dilihat dari Malioboro atau kota, tapi dari desanya," tegas Arie.

Kebijakan Sultan ini menurut Arie, juga menjawab bahwa marginalisasi harus diakhiri jangan sampai kue keistimewaan hanya di level birokrat tetapi harus membumi. "Tantangannya adalah mengawal, menerjemahkan secara praksis dalam kebijakan, misalnya PerGub dibawahnya menghubungkan Provinsi dengan Kabupaten/Kota. Keistimewaan tidak semata dilihat Danais nya, tetapi bagaiman rakyat bisa berperan," ucap Arie.

Arie mencontohkan, bila DIY dilihat dari kekuatan kebudayaan maka akan terlihat dalam kebijakan tata ruang, kebijakan, kelembagaan, SDM, pengembangan ekonomi harus nyambung. "Ini menjadi momentum, Lurah dengan asosiasinya bisa diajak ngobrol. Mampu diterjemahkan bila tidak ada gap antara provinsi, kabupaten, desa/kelurahan," jelas Arie.

Arie menyebutkan sejauh pengamatannya dulu UU 6/2014 juga mengatur konsolidasi dana desa, maka tugas Kabupaten/Kota terkait dengan Danais juga membantu agar terjadi sinkronisasi Desa, Kabupaten/Kota dengan Provinsi. "Pointnya jangan sampai terjadi masalah baru, beban baru, keruwetan tetapi sebaliknya melahirkan semangat memperkuat partisipasi. Pandangannya Danais buka dikelola secara administratif tapi juga dikelola bermakna agar program mengena rakyat, dilakukan secara simple namun akuntable jangan rumit, " ucap Arie

Provinsi, Kabupaten/Kota harus mereform cara pandang tentang kelirahan/desa bukan sekedar pelaksana. "Asih, Asah Asuh mampu menfasilitasi desa," ujarnya.

Pemanfaatan danais untuk ekonomi, pemberdayaan budaya dan lainnya lanjut Arie dengan pemetaan desa-desa di DIY semua diberi akses. "Harus tahu desa yang berkembang, mandiri, maju. ada kesepahaman Provinsi, Kabupaten/Kota, Desa dalam pengembangannya, bahwa desa harus bangkit dengan lebih banyak mendengarkan problem di desa, mendorong ekonomi kreatif di desa," jelas Arie. Praktek kebudayaan dengan pembangunan yang tidak diskriminatif.

"Penduduk DIY terus berkembang menuntut mindset mentalitas kita di jalan, penyediaan pedestarian. Banyak pedagang di trotoar menarik untuk didiskusikan. Tataruang harus tercermin dalam praktek desa sebagai basis keistimewaan. "Pembangunan tidak hanya tercermin dari pertumbuhan mal-mal tapi juga mengangkat Pedagang Kaki Lima naik kelas karena mereka adalah pelaku ekonomi kreatif apalagi aekarang dengan perkembangan teknologi informasi," pungkas Arie. (R-4)

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=cO85ytGgEYU[/embed]

Editor: tomi

Tags

Terkini

AIMEP Kunjungi Ponpes Sunan Pandanaran Yogyakarta

Minggu, 1 Oktober 2023 | 14:00 WIB

Masata Peringati HPI, Wujudkan Yogya Zero Sampah

Sabtu, 30 September 2023 | 16:30 WIB

Kas Hartadi Bertekad PSIM Curi Poin Lawan Malut United

Jumat, 29 September 2023 | 18:00 WIB
X