YOGYA, KRJOGJA.com - Berita bohong (hoax) sangat berbahaya karena bisa menyebabkan perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu,seluruh elemen masyarakat harus melawan dengan cara berpikir cerdas, mengenali berita hoax dan tidak menyebarkannya.
Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Bidang Pembelaan Wartawan sekaligus Wakil Pemimpin Redaksi Koran Merapi (KR Group), Hudono SH mengatakan, di era digital seperti saat ini, berita bisa diproduksi oleh siapapun baik wartawan, warganet (netizen) ataupun masyarakat luas yang dikenal dengan jurnalisme warga (citizen jurnalism).Â
Perbedaannya, wartawan terikat dengan kode etik jurnalistik dan dilindungi Undang-Undang (UU) Pers dalam melakukan aktivitas jurnalistiknya dan tersertifikasi. Sedangkan netizen tidak, karena bukan bagian dari pers. Perbedaan lainnya dalam hal pertanggungjawaban hukum, manakala berita yang diproduksi mengandung unsur hoax atau tidak sesuai dengan fakta.
"Bagi netizen dan jurnalisme warga diberlakukan aturan umum (KUHP, UU ITE). Pertanggunjawaban hukumnya bersifat personal, siapa berbuat dialah yang bertanggung jawab. Sedangkan bila wartawan yang menyebarkan hoax akan dilindungi UU Pers, sepanjang tidak ada itikad buruk. Mekanisme penyelesaiannya menggunakan hak jawab atau lewat mediasi Dewan Pers dan seterusnya. Ada aturan khusus bagi wartawan (lex specialis)," terang Hudono dalam Pelatihan Jurnalistik 'Melawan Hoax' di Hotel Ruba Graha, Jalan Mangkuyudan 1 Yogyakara, Sabtu (6/4/2019).
Pembicara lain Ketua Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) DIY Anang Zakaria, Dosen Media Rekam ISI Yogyakarta sekaligus mantan Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) WS Pamungkas, Jurnalis CNN Teguh Supriyadi, Direktur Jogjakartanews.com Ja'faruddin AS dipandu moderator Jurnalis Tempo Muh Syaifullah. Pelatihan diikuti 60 peserta terdiri penggiat media sosial dari berbagai komunitas. (Dev)