Jika dilihat di atas kertas, seluruh angka itu tampak seperti deretan statistik: jutaan pelaku usaha di LinkUMKM, ribuan pelatihan di Rumah BUMN, atau ratusan triliun pembiayaan Holding UMi. Namun di Dhisil dan Kiringan, angka-angka tersebut menjelma menjadi sosok-sosok yang nyata: perempuan-perempuan yang menganyam serat alam, meracik jamu, mengelola koperasi, dan berani mengambil pesanan dalam jumlah yang dulu terasa mustahil.
Di Kulonprogo, Yu Payem memilih kembali ke kampung dan memulai ulang hidupnya lewat anyaman serat alam, lalu menemukan mitra keuangan yang membuat usahanya menembus pasar ekspor. Di Bantul, kelompok jamu Kiringan mengubah tradisi harian menjadi kekuatan ekonomi lokal, dengan dukungan akses pembiayaan dan sarana produksi yang lebih memadai.
Keduanya hanyalah secuil dari jutaan pelaku usaha yang kini terhubung dengan ekosistem pemberdayaan BRI: dari mantri desa, Rumah BUMN, Desa BRILiaN, hingga platform digital LinkUMKM. Jejak yang berawal dari dusun-dusun kecil di Yogyakarta itu menunjukkan satu hal: ketika akses keuangan dan pendampingan yang tepat sampai ke akar rumput, cerita tentang “naik kelas” UMKM tidak lagi berhenti di slogan. (Git)