Krjogja.com - BANTUL - Enceng gondok yang sering dianggap gulma justru menjadi sumber rezeki bagi warga Bantul. Di tangan Heru Budiantoro, pengrajin sekaligus pemilik Luthfi Craft di Murtigading, Sanden, bahan sederhana itu menjelma kerajinan bernilai tinggi dan diminati pasar mancanegara.
Namun di balik kesuksesan ekspor, Heru menghadapi tantangan yang tak kalah besar: pasar dalam negeri. “Masyarakat luar negeri justru lebih mengapresiasi produk kerajinan. Mereka menghargai kualitas dan tidak segan membayar dengan harga pantas. Sedangkan di dalam negeri, apresiasinya masih rendah,” ujar Heru saat ditemui di workshop Luthfi Craft, Kamis (12/9/2025).
Heru menyebut, tahun ini permintaan ekspor meningkat tajam, terutama dari Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa seperti Spanyol, Italia, dan Belanda. Pasar internasional memang menuntut kualitas yang ketat, tetapi di situlah tantangan sekaligus peluang. “Yang membuat kami semangat bukan semata harga tinggi, melainkan penghargaan mereka terhadap karya kerajinan tangan. Itu yang jarang kami temui di pasar lokal,” katanya.
Baca Juga: Realisasi Investasi KEK Semester I Tahun 2025 Sebesar Rp 40,48 Triliun
Produk andalan Luthfi Craft meliputi kerajinan serat, anyaman, hingga dekorasi rumah berbasis enceng gondok. Keunikan material lokal yang ramah lingkungan membuat produk ini mendapat respons positif dari pembeli mancanegara. Namun, di sisi lain, penjualan dalam negeri masih rendah. “Pasar lokal perlu strategi khusus agar bisa lebih optimal. Ini yang sedang kami pikirkan,” tambah Heru yang pada 2025 meraih penghargaan One Village One Product (OVOP) dari Kementerian Perindustrian.
Melihat kondisi tersebut, tim pengabdian masyarakat dari UPN ‘Veteran’ Yogyakarta turun tangan. Dipimpin oleh Oliver Simanjuntak, tim dosen dan mahasiswa hadir memberikan pelatihan pemasaran digital. “Kami ingin membantu UMKM seperti Luthfi Craft agar bisa memaksimalkan pasar dalam negeri. Caranya dengan pelatihan pemasaran live di media sosial seperti TikTok dan berbagai marketplace,” ungkap Oliver.
Tak hanya pelatihan, tim juga memberikan perangkat khusus untuk mendukung aktivitas pemasaran digital tersebut. Menurut Oliver, strategi live marketing dinilai efektif karena bersifat interaktif. Konsumen dapat langsung bertanya mengenai produk, sekaligus menyaksikan kualitasnya secara nyata. Hal ini diperkuat oleh Nur Heri Cahyana yang menilai bahwa tren pemasaran sekarang menuntut interaksi langsung. “Dengan cara ini, konsumen lebih percaya dan peluang transaksi bisa meningkat,” katanya.
Baca Juga: Interseksi antara CSR dan Media diperlukan untuk Capaian Perubahan Masyarakat
Program pengabdian ini melibatkan mahasiswa mata kuliah Komunikasi Pemasaran Terpadu, di bawah supervisi Dr. Yeni Sri Utami, M.Si. Menurut Yeni, kegiatan ini menjadi sarana pembelajaran yang sangat berharga bagi mahasiswa. “Mereka tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktik langsung di lapangan. Pengalaman seperti ini jauh lebih membekas dibandingkan pembelajaran di kelas,” jelas ahli pariwisata tersebut.
Selain pemasaran digital, pelatihan juga menyentuh aspek keterampilan berbicara. Yudhi Widya Kusuma, dosen sekaligus praktisi public speaking, memberikan contoh langsung bagaimana berkomunikasi efektif saat live selling. “Kami praktikkan di depan para pengrajin agar mereka bisa melihat dan menirukan teknik berbicara yang menarik minat pembeli,” ujarnya.
Agung Prabowo, dosen Ilmu Komunikasi sekaligus pengamat media UPN Veteran Yogyakarta yang ikut mendampingi, menambahkan bahwa kegiatan ini sepenuhnya didukung oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui skema pengabdian masyarakat 2025. “Kami berharap langkah kecil ini bisa memperkuat UMKM Bantul, agar produk mereka bukan hanya laris di luar negeri, tetapi juga mendapat tempat istimewa di hati konsumen dalam negeri,” tegasnya.
Dengan kolaborasi antara pengrajin, akademisi, dan pemerintah, Heru optimistis tantangan pasar lokal perlahan bisa teratasi. “Mimpi saya sederhana, masyarakat kita sendiri bangga memakai produk dalam negeri. Jika orang Eropa dan Amerika saja mengapresiasi, kenapa kita tidak?” pungkasnya.(*)