Menjelajah Museum Perundingan Linggarjati, Jadi Inspirasi DIY Rawat Peninggalan Sejarah Bangsa Indonesia

Photo Author
- Jumat, 26 Januari 2024 | 13:19 WIB
Bangunan Gedung Perjanjian Linggarjati (foto: Harminanto)
Bangunan Gedung Perjanjian Linggarjati (foto: Harminanto)



Krjogja.com - KUNINGAN - Gedung Perundingan Linggarjati yang ada di Desa Linggarjati, Cilimus, Kuningan Jawa Barat terlihat begitu terawat. Bagian-bagian gedung yang dahulu bernama Hotel Merdeka ini terlihat bersih, meski dibangun pada periode tahun 1930 silam.

Gedung ini memiliki sejarah besar bagi Bangsa Indonesia, karena pada 11-13 November 1946, dilangsungkan Perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dengan Belanda. Delegasi Indonesia kala itu dipimpin Sutan Sjahrir dan Belanda oleh Prof Schermerhorn.

Beberapa hasil perundingan menjadi penting dalam perjalanan Indonesia selanjutnya. Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto dengan kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, Madura dan Belanda akan meninggalkan Indonesia selambat-lambatnya 1 Januari 1949.

Baca Juga: Bobol Rumah, Kontrakan Mahasiswa Diringkus Polisi

Toto Rudianto, Juru Pelihara Museum Perundingan Linggarjati menceritakan gedung tersebut ternyata memiliki perjalanan panjang sebelumnya, diawali seorang warga Indonesia bernama Jasitem yang kemudian memiliki suami orang Belanda. Dari sebuah gubuk, bangunan ini diubah semi permanen yang kemudian dijual menjadi hotel bernama Rustoord.

"Hotel itu dikelola Van Heeker hingga pada pendudukan Jepang 1942 diubah dengan nama Hotel Hokay Ryokan. Setelah kemerdekaan Indonesia 1945, diubah lagi menjadi Hotel Merdeka. Inilah yang menjadi lokasi Perundingan Linggarjati," ungkapnya ketika berbincang dengan wartawan DPRD DIY dalam kunjungan bersama Komisi A, Jumat (26/1/2024).

Ide lokasi perundingan, dicetuskan oleh Mentri Sosial saat itu, Maria Ulfah Santoso. Jakarta yang dikuasai Belanda juga Jogja yang menjadi ibukota sementara tak memungkinkan menjadi lokasi perundingan.

Baca Juga: Transaksi Pakai BRImo, 15 Nasabah Ini Menangkan Mobil Listrik Keren!

"Jadilah perundingan di Linggarjati ini. Sampai saat ini, lokasi dan posisi dalam ruangan masih sama persis pada saat perundingan dahulu. Masih ada yang asli yakni piano dan meja kursi tamu. Kami tetap jaga untuk mengingat peristiwa sejarah yang terjadi," tandasnya.

Gedung Perundingan Linggarjati memiliki luas 1052 meter persegi dengan luas area mencapai 2,4 hektare. Saat ini difungsikan sebagai objek wisata dengan pengelolaan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.

"Jadi sejak 1976, oleh pemerintah diserahkan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian menjadi museum sampai saat ini. Ada bekas kamar-kamar untuk tidur delegasi Indonesia, delegasi Belanda dan mediator dari Inggris. Masih terawat sampai saat ini dan jadi destinasi wisata sejarah yang terus dikunjungi," pungkasnya.

Sementara, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengatakan bahwa kunjungan ke Linggarjati sengaja dilakukan sebagai penyempurna perjalanan napak tilas Bung Karno dan sejarah bangsa Indonesia. Sebelumnya Komisi A sudah berkunjung mulai tempat kelahiran di Surabaya hingga pusara akhir Bung Karno di Blitar.

Baca Juga: Erick Thohir Akui Nonaktif dari Lakpesdam Selain Fokus Menangkan Paslon 2 juga Ada Alasan Lain

"Linggarjati ini menjadi salah satu bagian penting perjalanan bangsa yang kita ingin pelajari. Komisi A nantinya akan menyusun sebuah buku tentang perjalanan napak tilas sejarah Bangsa Indonesia untuk dibukukan di akhir periode. Kebetulan DIY menjadi daerah pertama yang memiliki Perda Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, sehingga daerah lain sering belajar pada kita. Maka buku itu nantinya bisa menyempurnakan bagaimana perjalanan pemikiran dan spiritual dalam penyusunan perda," tandas Eko.

Di Linggarjati, Bung Karno dan seluruh delegasi Indonesia di bawah Sutan Sjahrir menunjukkan bahwa peran diplomasi sama pentingnya dengan pertempuran fisik yang dilakukan para pejuang bangsa. Pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia bergaung ke dunia internasional setelah adanya perundingan.

LDi sini kita melihat ada beberapq hal penting untuk yakni delegasi RI dengan banyak tokoh dipimpin Sutan Sjahrir, Bung Karno hadir memberi semangat delegasi untuk berunding.

Baca Juga: Di Kulonprogo Realisasi Belanja APBN Rp 1,5 Triliun

Pesan pentingnya bahwa seorang pemimpin harus punya karakter kuat, jujur serta cakap dalam berkomunikasi. Bung Karno sempat ditemui delegasi Belanda di kediaman Bupati Kuningan. Hasilnya disampaikan pada Sjahrier sebagai masukan dalam perundingan," lanjut Eko.

Di sisi lain, Eko menilai kunjungan ke Linggarjati menjadi insight bagi Pemda DIY untuk serius merawat bangunan-bangunan bersejarah yang sangat banyak di DIY. Komisi A menurut Eko sudah mengusulkan adanya museum sebagai penanda perjalanan sejarah penting Yogyakarta untuk kemerdekaan Indonesia.

"Kita tahu bahwa anggaran bisa untuk membeli hotel Mutiara, tanah untuk JJLS juga, bahkan toilet miliaran Rupiah. Maka sangat mungkin untuk membangun museum pengingat sejarah bangsa . Banyak tetenger di Jogja yang harus dirawat dan Pemda DIY bisa," pungkasnya. (Fxh)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Jadwal Puasa Rajab 2025-2026 dan Bacaan Niatnya

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:40 WIB

Mengumpat Bisa Bikin Tubuh Makin Pede?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:40 WIB
X