Krjogja.com - Medio tahun 1990 an Malioboro merupakan sebuah tempat kongkow yang menarik bagi warga Jogja dan wisatawan.
Malioboro dengan hiruk pikuk pedagang asongan dan pedagang kaki lima yang masih berderet di selasarnya.
Ada rasa rindu yang membuat anak-anak muda selalu nongkrong di depan sebuah toko swalayan yang ramai setiap siangnya.
Baca Juga: Hasil Semifinal Piala Asia 2023: Menang Tipis Atas Iran, Qatar Berpeluang Pertahankan Gelar Juara
Suara tukang parkir dan pedagang kaki lima menawarkan dagangannya sementara permainan dingdong di depan sebuah toko swalayan atau toserba itu semakin ramai ketika jam bubaran sekolah.
Sebelah timurnya ada kampung pecinan Jogja yakni ketandan yang khas dari bangunan dan penghuninya mayoritas keturunan Tionghoa.
Gus Dur yang fenomenal
Sungguh kebebasan merayakan perayaan hari imlek Sebagai hari libur nasional ada satu kata dan tokoh Gus Dur.
Baca Juga: Film Zulu Dibintangi Orlando Bloom, Aksi Perburuan Gembong Narkoba di Bioskop Trans TV
Semua orang tidak bisa melupakan semua ini bahwa perayaan tahun baru Imlek bisa dirayakan kembali di Republik Indonesia ini adalah berkat tangan dingin KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Keputusan presiden dan Kebijakan Gus Dur tersebut melahirkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina sesuai Keppres yang ditandatangani Gus Dur pada 17 Januari 2000.
Setelah diperkuat oleh Keputusan presiden era Keppres Nomor 19 Tahun 2002 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, bahwa akhirnya Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai Hari Nasional.
Baca Juga: Hari Ini Cuaca Yogya Cerah Berawan, Namun Dua Wilayah Ini Punya Potensi Hujan
Bahkan, Imlek dijadikan sebagai hari libur fakultatif berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2001 yang ditandatangani pada 19 Januari 2001
