KRJogja.com, YOGYA - Banyak pilihan usaha yang dapat dilakukan dalam mengisi masa pensiun. Satu di antaranya dengan memelihara itik atau bebek. Hal ini seperti dilakukan Dedeng Wirabrata, pensiunan dari Dinas Sosial sejak 1998 silam.
Ia lebih memilih usaha pembesaran itik-itik jantan, yakni membeli anakan habis menetas, sekitar 2,5 bulan sudah dapat dijual.
Baca Juga: Rekrut Calon Atlet, FAJI Purbalinggaa Terapkan Syarat Ketat
Menurut Dedeng, anakan itik biasa dipesan dari kelompok penetasan itik di Trirenggo Bantul. Ia biasa membeli anakan itik jantan rata-rata 150 ekor. Itik jantan baru saja menetas saat ini harganya Rp 10.000 perekor.
Ketika dibesarkan, biasanya sering ditemukan itik betina antara lima sampai 10 ekor. Untuk yang betina tidak dijual, namun ditempatkan di kandang sendiri dan ketika dewasa dapat rutin diambil telurnya.
Lain halnya dengan itik jantan, ketika umur 2,5 sudah cocok disembelih atau diambil dagingnya.
Baca Juga: 73 Ternak di Temanggung Terpapar PMK
“Saya sudah langganan dengan bakul yang selalu siap membeli itik jantan siap dijual. Sekarang ini rata-rata bisa laku Rp 30.000 perekor,” jelasnya, belum lama ini.
Ditemui di rumahnya kawasan Gamping Lor Sleman, bapak dari lima anak ini mengungkapkan, kualitas pakan sangat menentukan tingkat pertumbuhan itik. Ia merasa bersyukur bisa mendapatkan limbah ikan laut maupun ikan tawar dari empat pedagang ikan di pasar.
Limbah ikan yang keras seperti bagian kepala, direbus dahulu. Air hasil perebusan digunakan untuk menyampur pakan utama, yakni bekatul, kulit gandum dan voer buatan pabrik.
Sedangkan limbah ikan yang sudah direbus, sebelum diberikan ke itik diremukkan atau ditumbuk dahulu.
Pakan tambahan limbah ikan, lanjutnya, diberikan pagi-pagi sebelum ia ke pasar. Saat sampai pasar kisaran pukul 09.00, limbah ikan sudah ditempatkan di ember-ember. Lalu ganti wadahnya menggunakan plastik maupun jerigen besar.
Dedeng memberi makan ternak itiknya pagi dan sore hari. Kepada pemilik limbah ikan, sebulan sekali ia cukup memberi uang Rp 100.000. (*)