KRJogja.com - Lontong cap go meh bukan sekadar hidangan biasa, hidangan ini biasanya muncul saat Imlek. Selain lezat ternyata lontong cap go meh menyimpan sejarah panjang yang mencerminkan akulturasi budaya Tionghoa dan Nusantara.
Makanan ini menjadi simbol keberagaman, doa, dan harapan yang selalu hadir dalam perayaan Cap Go Meh, hari ke-15 sekaligus penutup rangkaian Tahun Baru Imlek.
Baca Juga: Meriahkan Tahun Baru Imlek KAI Daop 5 Gelar Atraksi Barongsai dan Berbagai Program Spesial
Asal-usul
Lontong Cap Go Meh dipercaya berasal dari tradisi masyarakat Tionghoa Peranakan di Jawa, terutama di daerah Semarang dan Surabaya.
Konon, pada masa kolonial, banyak keturunan Tionghoa yang menetap di Indonesia mulai mengadaptasi budaya dan kuliner lokal.
Salah satunya adalah bubur putih yang biasa disantap saat Cap Go Meh di Tiongkok.
Namun, karena bubur dianggap kurang cocok dalam budaya Jawa karena sering dikaitkan dengan makanan orang sakit, mereka menggantinya dengan lontong, makanan berbahan dasar beras yang lebih diterima dalam tradisi kuliner Nusantara.
Dari sinilah, lahir hidangan khas yang kita kenal sebagai lontong cap go meh.
Baca Juga: Puasa Ramadan Berapa Hari Lagi Ya? Ini Jadwalnya
Makna simbolis
Lontong cap go meh tidak hanya lezat, tetapi juga sarat dengan makna filosofi:
Lontong melambangkan harapan akan kehidupan yang panjang dan sejahtera. Bentuknya yang lonjong menyerupai gulungan kertas yang berarti ilmu dan kebijaksanaan.
Opor ayam melambangkan kesejahteraan dan keberuntungan, karena ayam dalam budaya Tionghoa dianggap sebagai simbol kemakmuran.