Krjogja.com - Jakarta - Drop Out (DO) atau dikeluarkan dari perguruan tinggi merupakan mimpi buruk bagi setiap mahasiswa. Apa penyebab mahasiswa di-DO? Banyak orang mengira bahwa mahasiswa yang mengalami DO adalah mereka yang tidak mampu mengikuti perkuliahan.
Namun, Psikolog Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., membantah anggapan tersebut. "Zaman saya di UI itu banyak mahasiswa yang DO itu bukan karena enggak mampu dan bodoh, tetapi salah pilih jurusan," ujarnya.
Kesalahan ini, lanjutnya, sering kali bermula dari keputusan yang diambil bukan berdasarkan minat dan bakat anak, melainkan karena tekanan atau arahan dari orang tua.
Contohnya, ada orang tua yang memaksa anaknya masuk jurusan psikologi atau kedokteran karena dianggap bergengsi, padahal sang anak tidak tertarik di bidang itu.
"Sehingga pada waktu sudah perkuliahan, dia enggak survive," kata psikolog yang akrab disapa Bunda Romi dalam diskusi 'Waktu Tak Bisa Kembali' di Jakarta pada Selasa, 22 April 2025.
Bunda Romi menekankan pentingnya perubahan cara pandang dalam menentukan jurusan dan karier. Di era modern ini, memilih jurusan bukan lagi sekadar tentang 'mau jadi apa' melainkan 'apa kontribusimu terhadap lingkungan di masa depan'.
"Banyak pekerjaan yang sudah hilang karena kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan. Jadi, Gen Z harus belajar melihat ke depan dan berpikir tentang peran mereka di masyarakat," tambahnya.
Dalam proses menemukan jurusan dan karier yang sesuai, peran orang tua sangatlah krusial. Namun, peran itu bukan untuk menentukan pilihan, melainkan membimbing dan membuka wawasan anak.
Anak perlu diperkenalkan dengan berbagai profesi, diberi ruang untuk mencoba, dan dibekali dengan berbagai pengalaman positif sejak dini.
Dari bermain bola hingga memasak, semua aktivitas bisa membantu anak menemukan minat dan potensi mereka.
"Biarkan anak mengalami. Dari pengalaman, mereka akan bisa membandingkan dan akhirnya memilih yang paling cocok untuk dirinya," ujarnya.
Generasi Z kini menghadapi tantangan besar di dunia kerja yang berubah cepat. Banyak dari mereka tidak bertahan lama di perusahaan karena tidak memiliki ketahanan dan pemahaman akan dunia profesional.
"Penting sekali bagi Gen Z untuk membangun pemahaman sejak dini tentang realita kerja. Bukan hanya berfokus pada gelar atau status, tapi pada kontribusi nyata yang bisa diberikan," tambahnya.