KRjogja.com - YOGYA – Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan kembali memberi tekanan pada laju inflasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang November 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat inflasi tahunan mencapai 2,92 persen, didorong terutama oleh naiknya harga berbagai komoditas hortikultura dan bahan pangan pokok.
Statistisi Ahli Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono, menjelaskan Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY meningkat dari 106,12 pada November 2024 menjadi 109,22 pada November 2025. Adapun inflasi bulanan (month-to-month) tercatat 0,27 persen, sementara inflasi tahun kalender berada pada level 2,45 persen. “Pergerakan harga pangan segar kembali menjadi faktor yang paling memengaruhi inflasi pada November ini,” ujarnya di Yogyakarta, Selasa (2/12/2025).
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan dengan andil 0,20 persen. Sejumlah komoditas hortikultura seperti tomat, bawang merah, kacang panjang, wortel, jeruk, hingga ketimun mengalami kenaikan harga cukup signifikan. Sentot mengatakan tren ini dipengaruhi kondisi pasokan yang fluktuatif serta meningkatnya permintaan di beberapa wilayah.
Selain pangan segar, komoditas emas perhiasan kembali mencatat andil inflasi yang cukup besar. Kenaikan harga emas mendorong naiknya indeks kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan kontribusi 0,04 persen. BPS mencatat komoditas tersebut telah memberi tekanan inflasi secara konsisten dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Dibunuh Teman Kencan, Influencer Cantik di Cilacap Tewas
Secara tahunan (year-on-year), kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap dominan dengan andil 1,30 persen, terutama dipicu oleh naiknya harga beras, cabai merah, kelapa, telur ayam ras, dan wortel. Selain itu, sejumlah komoditas seperti kontrak rumah, Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), serta bahan bakar rumah tangga turut menyumbang inflasi di DIY.
Inflasi antarkabupaten/kota menunjukkan variasi yang cukup mencolok. Kota Yogyakarta mencatat inflasi tahunan tertinggi sebesar 3,27 persen, sedangkan Kabupaten Gunungkidul menjadi wilayah dengan inflasi terendah yakni 2,63 persen. Menurut BPS, perbedaan pasokan dan dinamika harga pangan segar menjadi faktor utama yang memengaruhi angka tersebut.
Baca Juga: PSIM Libur hingga 8 Desember, Van Gastel Pilih Liburan di Indonesia
Sentot menegaskan BPS DIY akan terus memantau pergerakan harga menjelang akhir tahun, terutama pada komoditas pangan yang biasanya mengalami lonjakan permintaan. Pihaknya berharap koordinasi pengendalian inflasi di tingkat daerah dapat diperkuat untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. (Ira)