Krjogja.com - BANTUL - Situasi dan kondisi kemiskinan di DIY sudah sangat berbeda dan jauh lebih baik jika melihat perkembangan dalam 10 tahun terakhir. Meski secara urutan tidak berubah, persentase kemiskinan DIY tertinggi di Pulau Jawa tetapi tidak dari sisi jumlah.
Namun dalam perkembangan selama satu dasawarsa ini, DIY paling cepat progres penurunan kemiskinannya walaupun belum mengubah urutannya. "Tingkat persentase kemiskinan DIY dengan Jawa Tengah hanya selisih 0,5 persen dan hanya 1 persen dengan Jawa Timur. Dulu 10 tahun lalu selisih angkanya sampai 2 persen dan 3 persen. Artinya semakin lama semakin mendekat," ujar Kepala BPS DIY Sugeng Arianto dalam FGD Bedah Indikator Kemiskinan Hasil Survei BPS dalam rangka Pra Rapimda Kadin DIY di Jogja Expo Center (JEC), Selasa (21/2).
Sugeng menilai apabila dianalogikan dengan konvoi yang makin mepet dan tidak kemungkinan akan naik kalau on the track dan akselerasi serta semua pihak terkait bisa bersama-sama menyatukan visi. Sehingga sangat mungkin situasi dan kondisi kemiskinan DIY akan lebih baik. Pemda DIY juga sudah mengidentifikasi ada 15 kecamatan yang menjadi katung -katung kemiskinan.
" Secara makro kita sudah diuntungkan dengan posisi kawasan kawasan Utara dan Selatan, dimana kabupaten yang ada di kawasan Selatan DIY dalam banyak aspek memang lebih pas dijadikan sasaran utama pengentasan kemiskinan. Sementara itu, kabupaten Sleman selain tingkat kemiskinannya sudah di bawah 10 persen maka tingga menjaga saja. Hal ini sangat sejalan dengan Visi Misinya Gubernur DIY untuk mulai fokus ke wilayah Selatan dan Kalurahan,"ungkapnya.
[crosslink_1]
Menurut Sugeng, upaya pengentasan kemiskinan di DIY tersebut sudah on the track, hanya tinggal memadukan program untuk memeranginya musuh bersama. Kemiskinan sebetulnya fenomena multidimensi yang tidak cukup dinilai dari satu aspek semata. Dari aspek ekonomi saja ada tiga komponen Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1).
" Progres kita paling bagus sebetulnya dan paling cepat, walaupun belum bisa 'nyalip' karena tiba-tiba ada pandemi Covid-19. Salah satu contohnya adalah UMP DIY yang naik dua tahun ini, artinya jika kita menjaga optimisme ini bersama maka tidak menutup kemungkinan tingkat kemiskinan DIY dapat ditekan. Selisihnya tidak besar dengan provinsi lain di P. Jawa hanya karena dilabeli tertinggi terus kesannya sangat miskin," terangnya.
Pihaknya pun telah menyampaikan perlu adanya aspek lokalitas dalam metode perhitungan kemiskinan di daerah. Tetapi sejauh ini masih memakai metode standar yang belum dimasukkan tetapi itu bisa menjadi penjelasan kenapa kemiskinan di DIY tinggi karena situasinya budaya berbeda.
" Review metodologi terus dilakukan, tetapi tidak mungkin untuk kasus di DIY saja. Jalan tengahnya kami bersama akademisi menggali supaya mendapat yang lebih luas dan mempunyai standar yang berbeda," tambah Sugeng.
Senada, Kepala Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan UGM Pande Made Kutanegara menyampaikan tingkat kemiskinan di DIY selalu dinilai pesimistis. Padahal jika dilihat secara multidimensi, DIY terbaik dalam perkembangan penurunannya.
" Langkah ke depan yang harus dilakukan yaitu perlu adanya pendekatan yang bersifat lokalitas dan perlu menjaga inflasi daerah," ujarnya. (Ira)