Beragama yang Mencerahkan

Photo Author
- Jumat, 29 April 2022 | 05:10 WIB
Prof Dr Masrukhi MPd.
Prof Dr Masrukhi MPd.

DALAM sebuah kajian Ramadan 1443 H, Dr KH Tafsir MAg, Ketua PWM Jawa Tengah, menegaskan bahwa dalam konteks pembangunan masyarakat menuju kesejahteraan yang hakiki, Islam harus dipandang sebagai agama yang mencerahkan. Islam yang mampu membawa masyarakat dari keterpurukan kepada kejayaan, dari kegelapan menuju terang benderang, dari keterbelakangan menuju kemajuan. Pencerahan merupakan nilai keutamaan yang tertanam dalam segenap kebaikan jiwa, pikiran, sikap, dan tindakan yang maslahat, berkeadaban, dan berkemajuan. Dengan berIslam yang mencerahkan, setiap muslim senantiasa menyebarkan akhlak mulia yang menebar ihsan yang melampaui sekaligus rahmat bagi semesta alam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mencerahkan berarti membuat sesuatu menjadi cerah, jernih, dan tidak suram. Kehidupan yang mencerahkan adalah kehidupan yang dipandang dengan penuh optimisme, jernih dalam berpikir dan bertindak. Dari pandangan yang mencerahkan ini akan terbangun sebuah kehidupan yang bermartabat, baik dalam konteks kehidupan individu maupun sosial. Martabat bangsa pun akan terbangun sebagai manifestasi dari pola pikir dan pola perilaku masyarakat yang mengedepankan optimisme, saling menghargai, dan khusnudzon, dalam bingkai saling asah saling asih dan saling asuh.

Di dalam Alquran, terminologi pencerahan ini disebut dengan tiga kata yang memiliki arti serupa meski beda. Tiga kata itu adalah annar, annur, dan dliya’. Kata annar atau annur, berasal dari kata naro berarti cahaya atau api. Di dalam keseharian dibedakan antara keduanya dengan tegas, kata annar diartikan api/neraka, sedang kata annur diartikan cahaya. Dengan demikian kata nar digunakan untuk cahaya negatif yang menyiksa, sedang kata nur digunakan untuk cahaya positif yang memberi kesejukan dan kenikmatan. Kata nur disebutkan sebanyak 33 kali dalam Alquran, bahkan dijadikan sebagai nama salah satu surat di dalam Alquran, yaitu surat ke-24.

Sedang kata yang ketiga adalah dliya’ yang berarti sinar, yaitu cahaya yang timbul dari keadaan dirinya sendiri. Kata ini disebutkan 3 kali di dalam Alquran. Salah satunya pada ayat “Huwal ladzi ja’ala asy-syamsa dliyaa’an wal qomaro nuron wa qoddarohu manazila lita’lamu ‘adada as-sinina wal hisab, ma kholaqo Allahu dzalika illa bil haq yufasshilul ayati liqoumin ya’qiluun.

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar (dliyaa'an) dan bulan bercahaya (nuuron) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS Yunus: 5)

Cahaya adalah sesuatu yang menyinari suatu objek sehingga objek tersebut menjadi jelas dan terang. Cahaya baik yang berasal dari dirinya (dliya), ataupun yang berasal dari benda lain yang kemudian dipantulkan pada benda sekelilingnya (nur). Muhammad Mahmud Hijazi, seorang ahli tasawwuf mengatakan, nur adalah cahaya yang tertangkap indra dan dengannya mata dapat melihat sesuatu. Sedang al-Mujam al-Wasth seorang ahli tata bahasa Arab, nur adalah cahaya yang menyebabkan mata dapat melihat.

Islam merupakan agama yang diturunkan Allah swt dengan seperangkat syariatnya, untuk menjadi pedoman bagi kehidupan manusia. Karena merupakan pedoman kehidupan, maka keberadaannya merupakan seperangkat tata nilai dan aturan, di samping juga ada pelajaran sejarah tentang hikmah kehidupan. Dalam kondisi demikian, kontribusi keberagamaan akan terasa dalam kehidupan, manakala tata nilai dan ajarannya benar-benar dilaksanakan secara konsisten dan utuh oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Manakala ajarannya tidak diamalkan sama sekali, maka agama pun tidak memberi kontribusi bagi kehidupan, tidak bisa memberikan pencerahan di dalam kehidupan.

Karena itu Islam yang mencerahkan adalah Islam yang seluruh ajarannya diamalkan secara utuh, konsisten, dan konsekuen dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu, dalam lingkungan keluarga, maupun kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. (Prof Dr Masrukhi MPd, Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang dan Guru Besar PKn Unnes)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Awal Bulan Syawal Kenapa Kita Bertakbir?

Minggu, 30 Maret 2025 | 22:50 WIB

11 Negara Ini Rayakan Idul Fitri 2025 Hari Ini

Minggu, 30 Maret 2025 | 22:10 WIB

Sinergi 3 Masjid Kuatkan Umat

Selasa, 18 Maret 2025 | 22:55 WIB

Ini 5 Kategori Waktu Pembayaran Zakat Fitrah

Jumat, 7 Maret 2025 | 19:50 WIB

Nih Negara dengan Durasi Puasa Ramadan Terlama

Minggu, 2 Maret 2025 | 13:59 WIB

Awal Ramadan 2025 di 8 Negara Ini Mulai 2 Maret

Minggu, 2 Maret 2025 | 13:23 WIB
X