RAMADAN dalam kondisi Covid-19 boleh jadi dirasa merupakan Ramadan paling tidak terkesan. Sebab kita tidak dapat melaksanakan salat tarawih berjemaah di masjid, tadarus bersama di masjid, takjil bersama di masjid. Boleh jadi nanti ketika lebaran kita tidak akan salam-salaman di masjid atau lapangan selepas salat Idul Fitri, kita tidak saling kunjung bakda salat Idul Fitri, kita tidak dapat bersilaturrahim ke keluarga, dan seterusnya yang biasa dilaksanakan dan merupakan bagian terpenting dari Ramadan dan Idul Fitri dalam hidup kita selama ini.
Namun sebisa mungkin musibah covid-19 tidak hanya mendapat dan merasakan dampak negatifnya, tetapi sebisa mungkin dapat dijadikan arena menemukan hikmah di baliknya. Dalam konteks ini menjadi sumber inspirasi untuk menjadikan kita hidup lebih baik, lebih manfaat, dan lebih kontributif. Dari nalar intuitif, kasus covid-19 menyadarkan betapa tinggi independensi kita terhadap kekuasaan Allah Sang Pencipta, Sang Pemelihara dan Sang Pelindung. Dari kasus ini semoga muncul kesadaran betapa lemah kita tanpa pertolongan Allah, betapa ringkih onderdil dalam jasad kita tanpa pertolongan dan pemeliharaan Allah Sang Pemelihara.
Pertolongan, pemeliharaan dan perlindungan akan datang dengan jalan banyak berinfak, bersadaqah dan berbuat baik. Semoga kejadian ini juga menjadi inspirasi untuk menjadi manusia yang rendah hati, tidak sombong, sebab terasa ternyata kita sangat lemah, ringkih dan rapuh. Dengan menolong orang lemah akan muncul pertolongan dan akan datang perlindungan dari Yang Maha Penolong dan Maha Pelindung.
Dengan nalar burhani dalam kehidupan keluarga, khususnya bagi suami yang bekerja di kantor, sebelum Covid-19, hidup bersama istri dan anak di rumah hanya beberapa jam. Sekarang berubah menjadi hidup bersama sepanjang malam dan siang. Bukan mustahil perubahan ritme hidup ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi suami. Misalnya, dengan melihat padat, banyak, rumitnya pekerjaan yang dilaksanakan dan dituntaskan istri setiap hari mulai dari bangun pagi sampai tidur malam, bahkan larut malam, melahirkan inspirasi menjadi suami berjiwa partnership dengan istri. Sehingga sebelum Covid-19 suamilah yang merasa paling capek, paling banyak kontribusinya dalam kehidupan keluarga, sehingga harus dilayani istri selama di rumah, berubah menjadi merasa tidak pantas paling capek, berubah menjadi merasa sangat kecil kontribusinya dalam kehidupan keluarga, berubah menjadi merasa lebih indah ketika istri adalah partner kerja.
Inspirasi perubahan muncul boleh jadi setelah membanding-bandingkan apa yang dikerjakan suami dan kontribusinya terhadap kehidupan keluarga, dengan pekerjaan dan kontribusi yang diberikan istri. Dengan perubahan ini berarti semakin dekat dengan apa yang dipesankan dan diinginkan agama agar suami dan istri sebagai partner hidup, bukan pelengkap hidup. Dengan hidup partnership antara suami dan istri, sama artinya dengan suami telah bersodaqah, berinfak, berbuat baik, yang kelak akan mendapat pertolongan dan perlindungan dari Sang Penolong dan Sang Pelindung Yang Maha Dahsyat. Semoga manfaat.(*)
Prof Dr Khoiruddin Nasution
(Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan pengajar Fak Hukum & MSI UII, serta Ketua Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam Indonesia [ADHKI])