RAMADAN tahun ini memang spesial, karena memiliki level kesulitan dan cobaan yang menantang. Bagaimana tidak...? kalau pada tahunñtahun sebelumnya, datangnya bulan suci Ramadan selalu disambut dan dipersiapkan dengan suka cita.
Memasuki bulan suci Ramadan 1441 H, berubah 100%, tiada lagi sambutan dan rangkaian ceramah yang memuji datangnya bulan Ramadan, tiada lagi keperkasaan Majelis Taklim dan kegagahan kaum muda dalam memamerkan daya cipta dan kreativitasnya dalam merayakan bulan Ramadan. Semuanya berubah, berbeda...... tidak akan ada lagi rangkaian kuliah shubuh, ceramah bakda tarawih, dan di ujungnya mungkin tiada lagi kemeriahan malam 1 Syawwal dan pawai obor serta lampion.
Dua bulan sebelum datangnya Ramadan, tepatnya minggu pertama Maret 2020, Indonesia mulai memasuki suatu masa yang sama sekali asing bagi masyarakat. Umat Islam Indonesia dengan budaya ramah dan akrabnya telah dibatasi ruang geraknya. Bersosialisasi yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia untuk sementara waktu harus dikurangi dan bahkan dihentikan. Sebagai akibatnya roda ekonomi tersendat, penghasilan juga mulai tersendat dan yang lebih parah lagi di beberapa segmen masyarakat mulai timbul kerentanan sosial. Itu semua adalah cobaan dan suasana keprihatinan yang dialami umat Islam menjelang datangnya bulan suci Ramadan 1441 H.
Kita patut mengingat firman Allah dalam surat Al-Baqarah 214: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga?, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamuâ€. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?†Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekatî. Kita harus selalu berbaik sangka kepada Allah. Ayat tadi jelas menegaskan bahwasanya surga diperuntukkan bagi umat-Nya yang tahan uji dan tahan banting atas cobaan yang datang. AlBaqarah 286 menegaskan
ìAllah tidak membebani seseorang (menurunkan ujian), kecuali sesuai dengan kesanggupannya.†Riwayat hadits juga menyatakan : “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila All‚h mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya.
Siapa yang ridla dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridlaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya†(At-Tirmidzi 2396 dan Ibnu Majah 4031). Sungguh pandemi Covid-19 ini telah mengajarkan kepada kita tentang kasih sayang dan kesetiakawanan sosial. Walaupun dalam himpitan berkurangnya pendapatan, warga masih antusias untuk saling berbagi.
Paket sembako dibagikan di setiap relung pemukiman. Mereka saling berinfaq untuk penyediaan sembako, masker, hand sanitizer dan APD yang juga mulai dibagikan kepada perawat jenazah. Umat Islam secara
nyata telah mengamalkan instisari surat AlMaun. Allah Maha Agung akan pelajaran dan kasih-Nya. Pada saat muadzin melafadzkan ‘hayya alash shalah....shalu fi buyutikum atau shalu fi rihaalikum’, meneteslah air mata sang muadzin, dia membayangkan bahwa masjid akan sepi jemaah dalam waktu yang tidak bisa diketahui sampai kapan.
Tanpa kita sadari ini adalah pembelajaran Allah kepada umat-Nya agar selalu lebih dekat kepada-Nya. Sebuah kenyataan yang mengharukan adalah ribuan bahkan puluhan ribu rumah mulai menegakkan salat
tarawih. Puluhan ribu bapak mulai menghafal surat-surat pendek juz 30. Mereka mulai menjadi imam keluarga dalam arti yang sesungguhnya. Imam dalam bingkai keridlaan Allah SWT. Subhanallah, Allah telah mengajarkan manusia dalam bentuk yang berbeda, Allahu Akbar. (*)
Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P,
Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)