Krjogja.com - JAKARTA - Dalam waktu satu tahun jumlah keluarga di Indonesia bertambah 2.271.917 keluarga. Berdasarkan hasil pendataan keluarga pada 2021 jumlah keluarga tercatat 68.487.139, namun hasil pemutakhiran pendataan keluarga 2021 yang berlangsung September-November 2022, jumlahnya bertambah menjadi 70.759.056 keluarga.
Bertambahnya 2,2 juta lebih keluarga di Indonesia dalam waktu satu tahun terungkap setelah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyelesaikan pemutakhiran pendataan keluarga 2021 (PK-21) tahun 2022. Hal tersebut disampaikan dalam Diseminasi Hasil Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 dan Forum Data Stunting di BSD City, Tangerang, Banten, 19-20 Desember 2022.
"Produk data mikro hasil pemutakhiran pendataan keluarga ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan intervensi operasional di lapangan yang memberi keyakinan bahwa program yang dirancang dapat ter-deliver secara cepat dan tepat pada keluarga yang membutuhkan," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Senin (19/12/2022).
Ia menyampaikan, dalam pemutakhiran data keluarga 2021 BKKBN berhasil memutakhirkan 35.309.446 dari 68.487.139 data keluarga Indonesia. Pendataan keluarga dan pemutakhirannya memuat data by name by address yang dilengkapi dengan informasi karakteristik sosial ekonomi.
Hasto menjelaskan, pemutakhiran pendataan keluarga memiliki tiga tujuan, pertama meningkatkan cakupan dan kualitas data keluarga by name by address hasil pendataan keluarga 2021. Kedua, menyediakan data operasional di lini lapangan serta data perhitungan indikator kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga. Ketiga, untuk kepentingan perencanaan, pengambilan kebijakan, analisis, dan intervensi program pembangunan berbasis keluarga, termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan angka stunting.
Selain itu, lanjutnya, atas koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Setwapres, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pusat Statistik (BPS), telah dilakukan pemeringkatan tingkat kesejahteraan dari desil 1 hingga 10. Di sisi lain, pendataan keluarga juga dapat memberikan informasi peta keluarga berisiko stunting.
"Persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting saling berkaitan. Dari data P3KE tercatat bahwa di antara 6,6 juta keluarga yang berada pada 10% pendapatan terbawah atau desil 1 dengan jumlah sekitar 4,9 juta, adalah keluarga sasaran. Sebanyak 3,9 juta di antaranya merupakan keluarga berisiko stunting atau 80% dari keluarga sasaran desil 1," ujar Hasto.
Dari hasil pendataan keluarga 2021, lanjutnya, telah dilakukan intervensi terhadap 55.749 keluarga. Mereka yang diintervensi berada pada desil 1-4 yang tidak memiliki rumah tidak layak huni, yakni 32.059 keluarga di antaranya atau 57,5% merupakan sasaran keluarga berisiko stunting.
"Berdasarkan data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) dapat teridentifikasi bahwa dari 3.961.834 keluarga berisiko stunting pada desil 1, telah mendapatkan bantuan PKH (Program Keluarga harapan) sebanyak 1.519.200 keluarga. Mereka mendapatkan Bantuan Pangan Non Tunai sebanyak 445,013 keluarga dan Bantuan Sosial Tunai sebanyak 512,800 keluarga," ujarnya.
Pada acara tersebut hadir Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional Nyoto Suwignyo, dan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi.(Ati)