KHAIRU FARRAS SHIDQI (21) mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) AMPTA Yogyakarta. Selama menjalani kuliah online ada banyak tantangan baru yang dirinya temukan dalam proses belajar mengajar. Salah satu yang terbesit dalam benak dia kala itu adalah waktu luang yang dimilikinya lebih banyak dibanding ketika harus kuliah tatap muka.
"Perasaan gundah mulai muncul dalam pertengahan kuliah online karena saya merasa diri ini tidak berkembang, terutama saya sebagai mahasiswa jurusan pariwisata yang seharusnya berperan aktif dalam industri pariwisata itu sendiri. Yang pada akhirnya ide untuk melakukan perjalanan ini muncul atas dasar tekad dan semangat saya untuk belajar lebih banyak hal, terutama ilmu pariwisata yang memang harus dipelajari secara langsung. Selain menjadi mahasiswa, saya juga menjabat sebagai Kepala Bidang Hubungan Masyarakat dan Kerjasama di DPP HMPI (Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia). Yang mana salah satu tugas saya adalah melakukan audiensi ke berbagai pemangku kepentingan pariwisata di seluruh Indonesia untuk memperluas relasi, mendapatkan pengalaman, serta wawasan baru di berbagai daerah, baik itu Kabupaten/Kota sampai Provinsi," jelasnya kepada KRJOGJA.com, Rabu (15/9/2021).
Memulai perjalanan pada tanggal 16 Januari 2021 dengan tujuan awal menuju perbatasan Indonesa-Timur Leste dengan perkiraan waktu 1-2 bulan. Perjalanan ini tentu bukan hal yang mudah, mengingat dilakukannya secara independent apalagi untuk dirinya yang belum berpengalaman sama sekali dalam melakukan perjalanan sendirian, menggunakan motor, dan berjarak ribuan kilometer. Hanya dengan bermodal nekat, tekad, semangat yang tinggi, dan niat yang baik. Dirinya siap menerima segala resiko dan konsekuensi yang harus dihadapi. Karena dia yakin hasil tidak mungkin mengkhianati proses.
"Orang tua saya berpesan: kamu boleh melakukan sebuah keharusan yaitu melakukan perjalanan, tapi jangan sampai melupakan kewajibanmu sebagai seorang mahasiswa aktif semester 4 yaitu berkuliah. Maka, itu menjadi modal yang saya tanam selama melakukan perjalanan. Melewati medan yang sulit, menyusuri hutan di daerah perbatasan, bersusahkan sinyal sampai ada suatu waktu dimana saya harus menumpang wifi warga, atau bahkan menargetkan perjalanan dari satu titik ke titik lainnya yang berjarak puluhan sampai ratusan kilometer hanya untuk mendapatkan sinyal sehingga saya mampu mengikuti perkuliahan," kisahnya.
Dari sekian banyak pembelajaran yang di dapat, ternyata merubah cara pandang dirinya mengenai berkehidupan dan rencana masa depan pribadi. Timbul cita-cita yang tinggi dalam dirinya sebagai generasi bangsa yang harus memberikan perubahan. Mengindonesiakan Indonesia adalah aksi yang bakal dirinya lakukan untuk bangsa ini, dan menginternasionalkan Indonesia adalah mimpi yang membalut aksinya. Ide ini terlahir karena banyak orang yang bangga akan dirinya namun belom mengindonesiakan Indonesia.
"Yang saya rasakan selama di pelosok, ada begitu banyak potensi di berbagai daerah namun SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada masih harus ditingkatkan. Selain itu saya sebagai generasi bangsa bercita-cita untuk membangun industri pariwisata menjadi lebih baik dengan analogi 'Menjadi Akar Pohon' yang bermakna bahwa saya harus terjun kebawah melihat potensi yang ada untuk dikembangkan menjadi aset bagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif serta memajukannya sehingga mimpi saya untuk menginternasionalkan Indonesia ini akan terwujud," pungkasnya.(*)