JAKARTA, KRJOGJA.com -Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), bersama Kemenpora melakukan kerjasama untuk mencegah stunting.
Peningkatan prevalensi stunting dapat dilakukan pada siklus daur hidup di tahap remaja. Demikian juga pengetahuan gizi ibu yang memadai terkait pemenuhan gizi di 1000 hari pertama kehidupan.
“Status gizi prakonsepsi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi. Keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan jauh sebelumnya, yaitu pada masa remaja dan dewasa sebelum hamil atau selama menjadi Wanita Usia Subur, sehingga dari pemuda akan lahir generasi yang sehat dan berkualitas,†ujar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), DR (HC) dr Hasto Wardoyo pada penandatanganan Nota Kesepahaman antara BKKBN dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Kantor Kemenpora, Jakarta, kemarin.
Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BKKBN dan Kemenpora adalah bentuk upaya serta komitmen dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil dan berkarakter pada bidang kepemudaan dan keolahragaan, mewujudkan pilar pembangunan manusia dalam visi Indonesia 2045
Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali menegaskan, stunting bukan hanya problem BKKBN namun menjadi problem bangsa. Prosentase stunting yang masih tinggi, akan berpengaruh pada pembentukan sumber daya manusia yang unggul kompetitif dan berdaya saing.
“Itulah maka pentingnya kita bekerjasama. Mengatasi perkawinan usia dini, masalah keluarga dan bagaiman kita mendapat talenta yang sehat dan terbebas dari stunting itu juga menjadi masalah yang harus kita tangani bersama,†ujar Zainudin.
Penduduk usia remaja antara 10-24 tahun berjumlah lebih kurang 27%, atau sekitar 70 juta jiwa. Hal ini membawa konsekuensi logis bahwa tingginya angka kelahiran terkait dengan proporsi pasangan usia subur muda yang cukup tinggi. Bahkan lebih dari itu hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukan bahwa angka kelahiran pada usia 15-19 tahun masih sekitar 38/1000 kelahiran. Ini merupakan kelompok wanita usia yang beresiko tinggi dalam melahirkan dan berpotensi melahirkan anak yang stunting dan bayi cacat lainnya.
“Apa yang akan kita rumuskan dalam kerjasama, kita akan duduk bersama lagi untuk lebih mendetilkan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Kami telah mendapat pesan dalam rapat Kabinet, Presiden telah menunjuk BKKBN sebagai leader penanganan stunting kita dukung. Urusan stunting adalah urusan hulu untuk membangun sumber daya manusia, kita semua hadir disini untuk memperbaiki hulunya,†ungkap Menpora Amali.
Hasto Wardoyomenambahkan, dia berharap secara operasional kerjasama ini dapat membawa dampak demografis yang signifikan untuk menurunkan angka perkawinan di bawah umur, menurunkan secara siginifikan kasus-kasus stunting di kalangan pasangan usia subur baru secara merata dan konsisten serta terfasilitasinya remaja dalam mendapatkan informasi dan edukasi mengenai kesehatan remaja secara umum dan secara khusus terkait kesehatan reproduksi dan gizi. (Ati)