YOGYA, KRJOGJA.com - Banyak upaya perbaikan pendidikan dari kebijakan pusat, ternyata tidak optimal dan tidak menghasilkan efek langsung dalam solusi menghadapi era disrupsi. Seperti kebijakan K-13, insentif guru, profesi guru, program Sekolah Ramah Anak dan Sekolah Adiwiyata.
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan, ketidakefektifan inisiatif kebijakan dari pusat tersebut dapat dilihat dalam peta jalan pendidikan Indonesia. Antara lain Indonesia menjadi salah satu negara dengan peringkat hasil PISA terendah dengan skor PISA yang stagnan dalam 10-15 tahun terakhir. Selain itu, perundungan di Indonesia masih banyak terjadi sekitar 41% siswa dibandingkan dengan negara-negara OECD hanya sebesar 23%.
"Data ini menunjukkan ketidakefektifan inisiatif kebijakan yang dihasilkan selama ini dalam menjawab permasalahan, tantangan dan ancaman yang terjadi di masa depan, bahkan masa kini," kata Nur Rizal dalam Forum Dialog Inovasi secara daring yang diinisiasi oleh Lembaga Administrasi Negara, Kamis (8/4/2021).
Untuk itu, Nur Rizal menekankan bahwa sangat diperlukan narasi perubahan yang didengungkan serempak oleh pembuat kebijakan pusat dan daerah beserta perpanjangan tangannya. Hal itu lantaran, selama ini inovasi kebijakan yang dihasilkan tidak diikuti dengan narasi perubahan yang dapat menciptakan perubahan mindset dan paradigma pendidikan.
Padahal, penting untuk memulai perubahan dengan perubahan mindset, perilaku dan belief system akan paradigma dan orientasi pendidikan yang baru. Sehingga perubahan tercipta secara internal dan tidak bergantung dari insentif eksternal saja seperti anggaran, hibah dan program pemerintah. Maka dari itu, narasi tentang focal point pendidikan Indonesia secara bulat, jelas dan terarah di masa akan datang sangat diperlukan. (Dev)