Tak Ada Gempa Vulkanik, Erupsi Tak Sebesar 2020?

Photo Author
- Selasa, 17 November 2020 | 10:41 WIB
Ilustrasi Gunung Merapi
Ilustrasi Gunung Merapi

YOGYA, KRJOGJA.com - Meskipun saat ini semua kegempaan Gunung Merapi meningkat secara intensif, namun tidak muncul Gempa Vulkanik Dalam (VA). Hal ini mengindikasikan tidak ada suplai magma baru dari dalam. Selain itu menunjukkan tidak ada tekanan berlebih di dapur magma.

Menurut Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Dr Hanik Humida, pada aktivitas Merapi tahun 2020 ini, Gempa Vulkanik Dalam terakhir muncul pada 25 September 2020 dan tidak muncul lagi sampai saat ini. ”Gempa Vulkanik Dalam yang saat ini tidak muncul juga menjadi salah satu indikator kemungkinan erupsi tidak sebesar tahun 2010,” terang Hanik, Senin (16/11).

Hanik mengatakan, meskipun erupsi Merapi diprediksi akan efusif mirip erupsi 2006, namun potensi terjadinya erupsi eksplosif masih tetap ada. Hal ini didasarkan pada indikator data pemantau saat ini yang sudah melampaui kondisi ‘Siaga’ 2006. ”Masyarakat jangan membayangkan letusan eksplosif seperti 2010. Kalaupun nanti terjadi erupsi eksplosif kemungkinan tidak sebesar erupsi 2010,” katanya.

Adapun data pemantauan kegempaan Gunung Merapi periode 15 November 2020, tercatat 36 kali Gempa Vulkanik Dangkal (VTB), 230 kali Gempa Hybrid/Fase Banyak (MP), 1 kali Gempa Low Frekuensi (LF), 91 kali Gempa Guguran (RF), 49 kali Gempa Hembusan (DG) dan 1 kali Gempa Tektonik (TT). Kemudian dari pengamatan guguran, terdengar suara guguran di lereng barat Gunung Merapi sebanyak 5 kali (lemah hingga sedang) dari PGM Babadan.

Sementara itu, hingga hari ke-10 warga Kalitengah Lor berada di pengungsian, kondisi kesehatan mereka relatif stabil. Keluhan sakit dari pengungsi masih didominasi penyakit degeneratif yang biasa dialami oleh usia 60 tahun ke atas.

Salah satu dokter tim medis di barak pengungsian Kalurahan Glagaharjo Cangkringan Sleman, Untung Riyawan menerangkan, keluhan penyakit para lansia di barak pengungsian seperti hipertensi, keluhan kulit gatal, hingga diare. Selain penyakit tersebut, belum ditemukan penyakit serius lainnya.

Untung mengatakan, saat ini, hal utama yang perlu diperhatikan yakni terkait persebaran Covid-19. Apalagi bagi lansia yang sudah memiliki penyakit penyerta akan lebih rentan untuk terpapar virus. “Kami selalu menegur bagi pengungsi yang masih bergerombol tanpa menggunakan masker,” ujar Untung, Senin (16/11). Selama di barak pengungsian, pemeriksaan kesehatan masih dilakukan.

Menurut Untung, untuk menjaga sebaran Covid-19, pihaknya juga memonitoring relawan dan tamu yang berasal dari luar. Untuk antisipasi, bilik isolasi mandiri di SD Muhammadiyah Cepitsari juga telah disiapkan. “Namun belum difungsikan karena belum ada kasus reaktif,” kata Untung.

Psikolog di Tim Kesehatan Dewi Nugraheni Pratiwi menambahkan, para pengungsi saat ini justru rentan terhadap kesehatan psikologisnya. Hari ini Selasa (17/11), dilakukan assesment bagi seluruh pengungsi. Hasilnya nanti akan digunakan, siapa saja yang mendapatkan pendampingan psikologis atau tidak. “Ada pengungsi yang memang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Mereka masih minum obat teratur dan tidak ada tindakan yang di luar kendali, masih aman,” urai Psikolog Puskesmas Prambanan ini. (Dev/Aha)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X