Survey KPAI, Pembelajaran Jarak Jauh Dianggap Memberatkan dan Membosankan

Photo Author
- Senin, 4 Mei 2020 | 10:43 WIB
Sekolah Online
Sekolah Online

JAKARTA, KRJOGJA.com - Rita Pranawati dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mengkritisi kebijakan kemdikbud terkait Program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dianggap kurang efektif. Masyarakat mengalami keterkejutan (shock) dengan perubahan pola pembelajaran.

"Orang tua diharapkan bisa melakukan pendampingan dalam pross PJJ. Kompleksitas lainnya adalah tidak semua kondisi orang tua siswa memiliki kemampuan mengakses teknologi 4.0, selain itu juga masih ada kekhawtiran orang tua terhadap penggunaan gadget pada anak karena kecanduan game dan pornografi, tapi sekarang malah dipaksa untuk terbiasa menggunakan gadget dalam proses pembelajaran," ungkap Rina saat Pada acara Webinar yang digelar dengan topik 'Transformasi Pendidikan pada Masa Pandemi dan Pascapandemi Covid-19'.

Dia menjelaskan hasil survey dari KPAI menjelaskan bahwa ada 76,7 % siswa mengaku tidak senang dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan ada 81,8% siswa mengaku proses PJJ lebih menekankan pada pemberian tugas, PR, tanpa ada proses dialog dan menjelaskan materi, diskusi atau tanya jawab.

"Liburan panjang karena covid 19 semula dianggap menyenangkan, tapi karena terlalu lama membuat rasa kebosanan. Disisilain guru juga kurang bisa memanfaatkan dan mengoptimalkan proses pengajaran selain juga keterbatasan dalam hal literasi digital," tandasnya.

Sementara itu, Prof DR Zainuddin Maliki dari Komisi X DPR RI lebih menyoroti soal ketertinggalan dan kegagalan bangsa Indonesia dalam mengantisipasi ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge explosion) yang melahirkan kompleksitas yang luar biasa. Ketertinggalan ini terjadi karena kita tidak pernah serius mengurus persoalan pendidikan sejak dulu sampai sekarang.

Sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan yang ada sekarang, kata Zainuddin bisa menghasilkan lulusan yang seolah olah, sehingga tidak punya kompetensi yang jelas, tidak mampu berpikir kreatif, inovatif, adaptif terhadap perubahan, lulusan yang mampu berpikir solutif mengatasi persoalan.

"Oleh sebab itu model penilaian pembelajaran yang lebih mengedepankan score test dengan standarisasi yang baku dan kaku, menjadi kurang relevan untuk bisa bersaing menghadap perubahan dan ketidakpastian yang semakin cepat," katanya.

Zainuddin Maliki juga menyoroti kebijakan anggaran pendidikan 20% sebagaimana amanah UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 hanya bersifat semu. Karena 20% dari APBN tidak semuanya diterima dan digunakan oleh satker dunia pendidikan, tapi juga dihitung dari anggaran K/L lain yang juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan kedinasan, sebagai bagian dari 20 % anggaran pendidikan.

Apalagi dalam situasi pandemi Covid 19, pemerintah melakukan pemotongan anggaran pendidikan sampai 4,9 T untuk penanggulangan covid. Seharusnya jumlah sebesar itu harus kembali digunakan untuk penanggulangan covid 19 pada sector pendidikan, karena sector ini juga sangat terdampak dengan covid 19. (Ati)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X